Buka pelajaran sejarah "Prajurit dan Pahlawan Slavia". Semangat juang para Slavia kuno

Okiyan, akan melolong, Akan mengalir ke pantai yang kosong, Percikan dalam lari yang berisik, Dan menemukan diri mereka di pantai, Dalam skala, seperti panasnya kesedihan, Tiga puluh tiga pahlawan, Semua pemuda tampan, Raksasa pemberani, Semuanya sama, seperti seleksi, Paman Chernomor bersama mereka " . A.S. Pushkin, saat menulis karyanya, mengambil ide dari dokumen kuno. Sangat mungkin bahwa ada beberapa unit khusus (pasukan khusus) di antara para prajurit Slavia kuno ....

Terlepas dari kenyataan bahwa para pahlawan terkenal membawa banyak rahasia sihir tempur ke liang kubur, melalui upaya para folklorist, peneliti zaman kuno dan kuno. tradisi magis menjadi mungkin untuk sedikit mengisi celah pengetahuan ini manusia modern. Orang dahulu sangat memahami bahwa bentrokan atau pertempuran militer terjadi tidak hanya di tingkat dunia fisik, tetapi juga di tingkat halus, astral, oleh karena itu hanya mereka yang telah menjaga atau memperkuat tubuh rekan astral mereka terlebih dahulu. dapat mengandalkan kemenangan bahkan atas kekuatan dan jumlah musuh. Dan meskipun sihir militer tertinggi, yang memungkinkan untuk menghancurkan musuh dari jarak jauh dengan satu upaya kemauan atau sepenuhnya mentransfer duel ke ruang astral, hanya tersedia untuk penyihir terbang tinggi profesional, ada banyak ritual yang cukup sederhana yang dibuat mungkin untuk mendapatkan keuntungan atas musuh.

Jadi, misalnya, kemampuan untuk membuat senjata yang memberikan kekuatan besar kepada seorang pejuang dan memungkinkannya muncul sebagai pemenang dari semua pertempuran disebut "Ki-Biy".Untuk membuatnya, seorang pejuang di malam gelap tanpa bulan akan pergi dengan senjatanya ke hutan atau ke gurun dan meletakkannya di bawah batu besar ", menutupi dari atas dengan daun oak dan St. John's wort. Setelah itu, dia membuat api tidak jauh dari batu dan duduk bersamanya sepanjang malam, dan tanpa gagal memunggungi batu. Teriakan burung pemangsa atau binatang buas, terdengar dalam kesunyian malam di belakang petarung, berarti senjata sudah siap bertempur. Jika ini tidak terjadi, ritualnya adalah diulangi lagi, mengeluarkan senjata dari bawah batu, prajurit itu berkata: "Untuk perlindungan dan perawatan, dari semua kesulitan."

Di gudang senjata Zaporizhzhya Cossack dari Kharakterniki ada cara untuk menghilangkan kekuatan dan keberanian musuh dari kejauhan, dan kekuatan ini diteruskan ke tukang sulap itu sendiri. Bukankah ini rahasia kemenangan Cossack, yang tidak dapat dijelaskan dari sudut pandang ilmu militer, ketika detasemen pejuang bersenjata buruk yang tidak dilindungi oleh baju besi dapat mengalahkan pasukan elit ksatria Polandia? Menguasai teknik ini cukup sulit dan membutuhkan tingkat kemampuan psikis tertentu. Seorang pejuang yang ingin mendapatkan kekuatan musuh harus membayangkannya dengan jelas dan membayangkan sungai yang deras dan deras mengalir dari musuh. Pada saat yang sama, perlu untuk mengucapkan kata-kata: "Saat sungai mengalir, begitu juga Anda, kekuatan, mengalir darinya ke saya." Keberhasilan bergantung pada kelincahan imajinasi si tukang sulap, pada realisme dan kecemerlangan gambaran mental musuh yang diciptakan olehnya dan kekuatan yang mengalir darinya Perlu dicatat bahwa teknik sihir serupa digunakan saat ini oleh hampir semua penyihir dan bagian yang tidak terpisahkan banyak ritual yang sama sekali tidak terkait dengan perang dan senjata, dan kemampuan untuk menciptakan citra ekspresif yang berbeda dari hasil yang diinginkan adalah salah satu keterampilan dasar okultis mana pun.

Ritus serupa digunakan di zaman kuno untuk mendapatkan kekuatan sebelum pertarungan. Menjelang pertempuran, seseorang harus pergi ke mata air, menimba air di telapak tangan dan meminumnya dengan kata-kata: “Aku meminum air kekuatan, aku meminum air kekuatan, aku meminum air yang tak terkalahkan ." Setelah itu, Anda perlu menyeka tangan Anda pada senjata, dengan jelas membayangkan bahwa Anda memberinya kekuatan dan kekuatan. Kemudian, mengalihkan pandangannya ke matahari, prajurit itu berkata: "Seperti yang saya lihat (nama) hari ini, jadi biarkan aku, Tuhan Yang Mahakuasa, lihat yang berikutnya."

Bagian penting dari sihir militer Slavia mengacu pada sihir rakyat, yang sangat mementingkan pengucapan mantra ini atau itu atau kinerja formal dari tindakan ritual apa pun. Mungkin ini bisa memberikan hasil yang nyata jika seseorang memiliki bawaan kemampuan psikis atau dia sangat percaya pada kekuatan ritus yang dilakukan olehnya. Ada ratusan konspirasi yang dirancang untuk melindungi dalam pertempuran, untuk mendapatkan kekuatan dan keberanian heroik, ketangkasan dan daya tahan binatang, dan semuanya selalu berisi gambar dan objek yang akrab bagi banyak orang dari epos dan cerita rakyat: Alatyr batu, pedang. Bentuk mantera juga hampir selalu tetap tidak berubah, tetapi, seperti yang disebutkan di atas, orang hampir tidak dapat mengharapkan hasil yang nyata dari ritual sihir rakyat desa tersebut.

"... APA YANG KAMU DAPATKAN DENGAN PEDANG."

Senjata utama orang Slavia adalah pedang. Itu lebar, dengan garis-garis bergelombang pada bilahnya dan didekorasi berbagai gambar. Sang ayah memberikan senjata kepada putranya yang baru lahir, sambil berkata pada saat yang sama: "Milikmu adalah satu-satunya yang kamu dapatkan dengan pedang." Jika yang berdebat tidak puas dengan istana pangeran, dia berkata kepada mereka: "Tuntut dengan pedang." Orang Slavia biasanya bersumpah pada perisai dan pedang.

"BIARLAH MALU PADAKU"

Orang Slavia dibedakan oleh keberanian, keberanian, penghinaan terhadap rasa sakit fisik dan kejujuran sedemikian rupa sehingga alih-alih bersumpah mereka berkata: "Malu padaku."

Orang Slavia biasanya pergi berperang dengan berjalan kaki, dengan surat berantai, helm menutupi kepala mereka, perisai berat di pinggul kiri, busur dan tempat anak panah dengan anak panah yang dibasahi racun ada di belakang punggung mereka; selain itu, mereka dipersenjatai dengan pedang bermata dua, kapak, tombak, dan buluh. Seiring waktu, Slavia memperkenalkan kavaleri ke dalam praktik militer. Pasukan pribadi pangeran di antara semua orang Slavia adalah penunggang kuda.

Slavia tidak memiliki pasukan tetap. Dalam hal kebutuhan militer, semua pria yang mampu membawa senjata melakukan kampanye, dan mereka melindungi anak dan istri dengan barang-barang mereka di hutan.

Suku-suku Slavia pada abad ke-6 menjalani gaya hidup menetap, yang ditegaskan oleh sifat pekerjaan mereka dan penataan pemukiman, yang biasanya terletak di hutan dan rawa. Ini adalah permukiman, terdiri dari galian dengan banyak pintu keluar, sehingga jika terjadi serangan dimungkinkan untuk bersembunyi melalui salah satu jalur darurat. Orang Slavia juga menetap di sungai dan danau, tempat rumah khusus dibangun - bangunan tiang pancang. Dengan demikian, permukiman suku Slavia tersembunyi dengan aman dan tidak dapat diakses, dan oleh karena itu tidak perlu membangun struktur pertahanan seperti benteng, yang, misalnya, dibangun di Mesir kuno, Timur Tengah, Yunani, dan Roma.

Orang Slavia kuno tahu cara membuat monoxyl - perahu satu dek, tempat mereka turun di sepanjang sungai ke Pontus. Di atas kapal, prajurit Slavia muncul di dekat Korsun di Krimea, dekat Konstantinopel, dan bahkan di Kreta di Laut Mediterania.

Menurut sejarawan Bizantium Procopius, Sklavin dan Antes sangat tinggi dan kekuatan besar dan ini adalah bagaimana dia menggambarkan penampilan orang Slavia kuno: "Warna kulit dan rambut mereka tidak terlalu putih atau keemasan dan tidak sepenuhnya hitam, tetapi tetap saja berwarna merah tua." Sejak zaman kuno, para penulis sejarah mencatat ketangkasan, daya tahan, keramahan, dan cinta kebebasan di antara orang Slavia dan Antes.

Dari cerita Mauritius, serta dari sumber lain, kita dapat menyimpulkan bahwa Slavia memiliki perseteruan darah, yang mengakibatkan konflik bersenjata antar suku.

Ciri perkembangan suku Slavia adalah tidak adanya perbudakan utang; hanya tawanan perang yang menjadi budak, dan bahkan mereka memiliki kesempatan untuk menebus diri mereka sendiri atau menjadi anggota komunitas yang setara. Itu adalah perbudakan patriarki, yang di antara orang Slavia tidak berubah menjadi sistem kepemilikan budak.

Slavia memiliki komunitas suku yang memiliki kepemilikan tanah. Tidak ada kepemilikan pribadi atas tanah bahkan ketika keluarga mulai menerima ladang subur tertentu, karena tanah subur secara berkala dapat didistribusikan kembali. Padang rumput, hutan, padang rumput, tempat berburu dan memancing terus menjadi milik komunal.

Menurut Procopius, "suku-suku ini, sklavin dan antes, tidak diperintah oleh satu orang, tetapi sejak zaman kuno mereka hidup dalam pemerintahan rakyat, dan oleh karena itu mereka menganggap kebahagiaan dan ketidakbahagiaan dalam hidup sebagai hal yang biasa." Veche (pertemuan klan atau suku) adalah otoritas tertinggi. Urusan tersebut dipimpin oleh yang tertua dalam keluarga (kepala desa, penguasa).

Sudah pada akhir abad ke-5, asosiasi suku Slavia yang kurang lebih signifikan mulai muncul untuk menangkis serangan musuh atau mengatur kampanye di dalam Kekaisaran Romawi Timur. Perang berkontribusi pada penguatan kekuatan pemimpin militer, yang mulai disebut pangeran dan memiliki pasukannya sendiri.

Struktur sosial orang Slavia pada abad ke-6 adalah demokrasi militer, yang organnya adalah veche atau pertemuan suku, dewan tetua, dan pangeran - pemimpin militer. Beberapa pemimpin militer memasuki dinas tentara Kekaisaran Romawi Timur. Tetapi suku Slavia menetap di Semenanjung Balkan bukan sebagai tentara bayaran, tetapi sebagai penakluk.

Mauritius mencatat bahwa Slavia memiliki perselisihan suku. “Tidak memiliki kendali atas mereka,” tulisnya, “mereka bermusuhan satu sama lain; karena tidak ada kebulatan suara di antara mereka, mereka tidak berkumpul bersama, dan jika mereka berkumpul, mereka tidak mengambil keputusan tunggal, karena tidak ada yang mau mengalah pada yang lain. Untuk melawan Slavia, Mauritius merekomendasikan untuk menggunakan perselisihan suku mereka, membuat satu suku melawan suku lainnya dan dengan demikian melemahkan mereka.

Politisi Bizantium sangat takut dengan asosiasi politik besar Slavia.

Ketika bahaya eksternal mengancam orang-orang Slavia, suku-suku tersebut melupakan semua perseteruan mereka dan bersatu untuk perjuangan bersama untuk kemerdekaan. Berbicara tentang perjuangan antara Avar dan "orang Sklavia" pada akhir abad ke-6, Menander, seorang Bizantium, melaporkan jawaban para tetua Slavia kepada pemimpin suku Avar, yang menuntut agar suku Slavia tunduk kepadanya dan Membayar upeti. “Apakah orang yang akan menaklukkan kekuatan kita telah lahir ke dunia,” tanya para tetua Sklavia, “dan apakah orang tersebut dihangatkan oleh sinar matahari?”

Sumber-sumber timur berbicara tentang Slavia sebagai orang yang suka berperang. Jadi, penulis Arab Abu-Obeid-Al-Bekri mencatat dalam tulisannya bahwa jika orang Slavia, orang yang kuat dan mengerikan ini, tidak terbagi menjadi banyak suku dan klan, tidak ada seorang pun di dunia yang dapat melawan mereka. Penulis Timur lainnya menulis tentang hal yang sama. Militansi suku Slavia ditekankan oleh hampir semua penulis Bizantium.

Menurut Mauritius, suku Slavia memiliki pasukan yang direkrut sesuai dengan prinsip usia - kebanyakan prajurit muda, kuat secara fisik, dan tangkas.

Jumlah mereka yang bertempur biasanya mencapai ratusan dan ribuan, apalagi puluhan ribu. Organisasi tentara didasarkan pada pembagian menjadi klan dan suku. Prajurit klan dipimpin oleh seorang tetua (kepala suku), di kepala suku adalah seorang pemimpin atau pangeran.

Sumber kuno mencatat kekuatan, daya tahan, kelicikan dan keberanian para prajurit Slavia, yang juga menguasai seni penyamaran. Procopius menulis bahwa para prajurit Slavia “terbiasa bersembunyi bahkan di balik batu-batu kecil atau di balik semak pertama yang mereka temui dan menangkap musuh. Ini mereka lakukan lebih dari sekali di tepi sungai Istra. Selama pengepungan salah satu kota, komandan Bizantium Belisarius memanggil seorang prajurit Slavia dan memerintahkannya untuk mendapatkan bahasa tersebut. "Dan orang Slavia ini, setelah berjalan sangat dekat ke tembok di pagi hari, menutupi dirinya dengan semak belukar, bersembunyi di rerumputan." Ketika seorang Goth mendekati tempat ini, orang Slavia itu tiba-tiba menangkapnya dan menyerahkannya hidup-hidup ke kamp.

Mauritius melaporkan tentang seni orang Slavia yang bersembunyi di dalam air: “Mereka dengan berani bertahan berada di dalam air, sehingga seringkali beberapa dari mereka yang tetap di rumah, karena terkena serangan mendadak, terjun ke jurang air. Pada saat yang sama, mereka memegang di mulut mereka yang dibuat khusus, buluh besar yang dilubangi di dalam, mencapai permukaan air, dan diri mereka sendiri, berbaring telentang di dasar (sungai), bernapas dengan bantuan mereka; dan ini dapat mereka lakukan selama berjam-jam, sehingga mustahil untuk menebak (kehadiran) mereka."

Mengenai senjata para prajurit Slavia, Mauritius menulis: “Masing-masing dipersenjatai dengan dua tombak kecil, beberapa juga memiliki perisai, kuat, tetapi sulit untuk dibawa. Mereka juga menggunakan busur kayu dan anak panah kecil yang direndam dalam racun khusus, yang sangat efektif jika orang yang terluka tidak meminum obat penawar sebelumnya atau (tidak menggunakan) alat bantu lain yang diketahui oleh dokter berpengalaman, atau tidak segera memotong luka. agar racun tidak menyebar ke bagian tubuh yang lain". Selain busur dan anak panah untuk melempar, yang dibicarakan oleh Mauritius, prajurit Slavia memiliki tombak untuk menyerang, kapak, buluh, dan pedang bermata dua.

Selain perisai besar, orang Slavia memiliki surat berantai, yang menutupi dengan andal dan pada saat yang sama tidak menghambat pergerakan seorang pejuang dalam pertempuran. Surat berantai dibuat oleh pengrajin Slavia. Selama periode ini, orang Normandia memiliki baju besi yang terbuat dari kulit dengan tali pengikat logam; Prajurit Bizantium telah menempa baju besi, yang sangat menghambat pergerakan. Dengan demikian, baju besi Slavia berbeda dari baju besi tetangga mereka - Normandia dan Bizantium.

Slavia kuno memiliki dua jenis pasukan - infanteri dan kavaleri. Di Kekaisaran Romawi Timur, di bawah penguasa Justinian (c. 670-711), detasemen kavaleri Slavia bertugas, khususnya, Slavia bertugas di kavaleri Belisarius. Komandan kavaleri adalah Ant Dobrogost. Menggambarkan kampanye tahun 589, sejarawan kuno Theophylact Simokatt melaporkan: "Setelah melompat dari kudanya, orang Slavia memutuskan untuk beristirahat sebentar, dan juga memberi istirahat pada kuda mereka." Dengan demikian, data ini mengkonfirmasi keberadaan kavaleri di antara orang Slavia.

Selama pertempuran, Slavia banyak menggunakan serangan mendadak terhadap musuh. “Untuk melawan musuh mereka,” tulis Mauritius, “mereka suka di tempat-tempat yang ditumbuhi hutan lebat, di ngarai, di tebing; mereka menggunakan (penyergapan), serangan mendadak, trik, siang dan malam secara menguntungkan, menemukan banyak (berbagai) cara. Memiliki banyak bantuan di hutan, mereka pergi ke sana, karena di antara ngarai mereka tahu cara bertarung dengan baik. Seringkali mereka meninggalkan mangsa yang mereka bawa (seolah-olah) di bawah pengaruh kebingungan dan lari ke hutan, dan kemudian, ketika penyerang menyerbu mangsanya, mereka dengan mudah bangkit dan melukai musuh. Semua ini mereka kuasai dalam berbagai cara yang mereka lakukan untuk memikat musuh.

Mauritius mengatakan bahwa dalam seni memaksa sungai, orang Slavia lebih unggul dari "semua orang". Berada dalam dinas tentara Kekaisaran Romawi Timur, detasemen Slavia dengan terampil memastikan penyeberangan sungai. Mereka dengan cepat membuat perahu dan memindahkan detasemen besar pasukan ke sisi lain mereka.

Orang Slavia biasanya mendirikan kemah di ketinggian yang tidak ada pendekatan tersembunyi. Jika perlu, untuk bertarung di lapangan terbuka, mereka mengatur benteng dari gerobak. Theophylact Simokatt menceritakan tentang kampanye satu detasemen Slavia yang bertempur dengan Romawi: “Karena bentrokan ini tidak dapat dihindari oleh orang barbar (Slavia) (dan bukan pertanda baik), mereka, setelah membuat gerobak, membuat benteng kamp dari mereka. dan di tengah kamp ini ditempatkan wanita dan anak-anak. Orang Slavia mengikat gerobak, dan benteng tertutup diperoleh, dari mana mereka melemparkan tombak ke arah musuh. Benteng gerbong adalah pertahanan yang sangat andal melawan kavaleri.

Untuk pertempuran defensif, Slavia memilih posisi yang sulit dijangkau musuh, atau mereka membangun benteng dan mengatur takik. Saat menyerbu benteng musuh, mereka menggunakan tangga serbu, "kura-kura", dan mesin pengepungan. Dalam formasi yang dalam, meletakkan perisai mereka di punggung mereka, para Slavia melakukan penyerangan.

Meskipun Mauritius mengatakan bahwa Slavia tidak mengakui sistem militer dan, selama ofensif, bergerak maju bersama-sama, ini tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki perintah pertempuran. Mauritius yang sama merekomendasikan untuk membangun formasi yang tidak terlalu dalam melawan Slavia dan menyerang tidak hanya dari depan, tetapi juga dari sisi sayap dan dari belakang. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa untuk pertempuran para Slavia ditempatkan dalam urutan tertentu. “Kadang-kadang,” tulis Mauritius, “mereka menempati posisi yang sangat kuat dan, menjaga bagian belakang mereka, tidak mengizinkan mereka terlibat dalam pertarungan tangan kosong, atau mengepung diri mereka sendiri atau menyerang dari sayap, atau pergi ke belakang. ”

Jika Slavia berhasil menghalau semua serangan, maka, menurut Mauritius, hanya ada satu obat yang tersisa - mundur dengan sengaja untuk memprovokasi pengejaran yang tidak terorganisir yang akan mengganggu perintah pertempuran Slavia dan memungkinkan mereka memenangkan serangan mendadak dari penyergapan.

Mulai dari abad ke-1, suku Slavia berperang melawan pasukan Kekaisaran Romawi. Sumber kuno menyebutkan suku Slavia Timur yang berperang melawan penakluk Romawi. Ada pesan dari sejarawan Gotik Jordanes tentang perjuangan Goth dengan Antes di abad ke-4. Sebuah detasemen Goth menyerang Antes, tetapi awalnya dikalahkan. Akibat bentrokan lebih lanjut, Goth berhasil menangkap pemimpin Antes Bozh bersama putra-putranya dan 70 tetua dan mengeksekusi mereka.

Informasi lebih rinci tentang perang suku Slavia berasal dari abad 6-8, ketika Slavia berperang melawan Kekaisaran Romawi Timur.

Pada awal abad ke-6, serangan suku Slavia dari seberang Danube semakin intensif sehingga penguasa Kekaisaran Romawi Timur Anastasius pada tahun 512 terpaksa membangun barisan benteng yang membentang 85 kilometer dari Selyvria di Laut ​​Marmara ke Derkos di Pontus. Garis benteng ini disebut "Tembok Panjang" dan terletak 60 kilometer dari ibu kota. Salah satu orang sezamannya menyebutnya "panji impotensi, monumen kepengecutan".

Pada kuartal kedua abad ke-6, Kaisar Justinian, bersiap untuk melawan Slavia, memperkuat pasukannya dan membangun struktur pertahanan. Dia menunjuk, menurut Procopius, kepala penjaga di Sungai Istr, Khilbudia, yang berhasil mempertahankan garis Danube dari serangan suku Slavia selama tiga tahun berturut-turut. Untuk melakukan ini, Khilbudiy setiap tahun menyeberang ke tepi kiri sungai Donau, menembus wilayah Slavia dan menghancurkan di sana. Pada tahun 534, Khilbudius menyeberangi sungai dengan satu detasemen kecil. Slavia keluar “melawan dia semua tanpa kecuali. Pertempuran berlangsung sengit, banyak orang Romawi yang gugur, termasuk pemimpin mereka Khilbudiy. Setelah kemenangan ini, bangsa Slavia dengan bebas menyeberangi Danube untuk menginvasi jauh ke dalam Semenanjung Balkan.

Pada tahun 551, satu detasemen Slavia yang berjumlah lebih dari 3 ribu orang, tanpa menemui perlawanan apa pun, menyeberangi Sungai Istra. Kemudian, setelah menyeberangi sungai Gevre (Maritsa), detasemen tersebut dibagi menjadi dua detasemen. Komandan Bizantium, yang memiliki kekuatan besar, memutuskan untuk memanfaatkan keuntungan ini dan menghancurkan detasemen yang tersebar dalam pertempuran terbuka. Tapi orang Slavia mendahului orang Romawi dan mengalahkan mereka dengan serangan mendadak dari dua arah. Fakta ini menunjukkan kemampuan para komandan Slavia untuk mengatur interaksi unit mereka dan melakukan serangan simultan yang tiba-tiba terhadap musuh yang memiliki kekuatan superior dan bertindak ofensif.

Setelah itu, kavaleri reguler dilemparkan melawan Slavia di bawah komando Asbad, yang bertugas di detasemen pengawal Kaisar Justinian. Detasemen kavaleri ditempatkan di benteng Thracian di Tzurule dan terdiri dari penunggang kuda yang sangat baik. Salah satu detasemen Slavia menyerang kavaleri Bizantium dan membuatnya terbang. Banyak penunggang kuda Bizantium terbunuh, dan Asbad sendiri ditawan. Dari contoh ini, kita dapat menyimpulkan bahwa bangsa Slavia memiliki kavaleri yang berhasil melawan kavaleri reguler Romawi.

Setelah mengalahkan pasukan lapangan reguler, detasemen Slavia memulai pengepungan benteng di Thrace dan Illyria. Procopius melaporkan informasi yang sangat rinci tentang perebutan benteng tepi laut Toper yang kuat oleh Slavia, yang terletak di pantai Thracian, 12 hari dari Byzantium. Benteng ini memiliki garnisun yang kuat dan hingga 15 ribu orang siap tempur - penduduk kota.

Slavia memutuskan pertama-tama untuk memancing garnisun keluar dari benteng dan menghancurkannya. Untuk melakukan ini, sebagian besar pasukan mereka melakukan penyergapan dan berlindung di tempat-tempat yang sulit, dan sebuah detasemen yang tidak penting mendekati gerbang timur dan mulai menembaki tentara Romawi: “Tentara Romawi yang berada di garnisun, membayangkan bahwa tidak ada lebih banyak musuh daripada yang mereka lihat, memegang senjata, segera pergi melawan mereka semua. Orang barbar mulai mundur, berpura-pura kepada para penyerang bahwa, karena ketakutan oleh mereka, mereka melarikan diri; orang Romawi, terbawa oleh pengejaran, jauh di depan benteng. Kemudian mereka yang berada dalam penyergapan bangkit dan, mendapati diri mereka berada di belakang para pengejar, memotong kesempatan mereka untuk kembali ke kota. Dan mereka yang berpura-pura mundur, memalingkan wajah mereka ke arah orang Romawi, menempatkan mereka di antara dua api. Orang barbar menghancurkan mereka semua dan kemudian bergegas ke tembok. Dengan demikian garnisun Toper dikalahkan. Setelah itu, orang Slavia bergerak menyerbu benteng yang dipertahankan oleh penduduk kota. Serangan pertama, yang tidak cukup siap, berhasil dipukul mundur. Para pembela melemparkan batu ke arah para penyerang, menuangkan minyak mendidih dan tar ke atasnya. Namun kesuksesan warga kota itu hanya sementara. Pemanah Slavia mulai menembak ke tembok dan memaksa para pembela untuk meninggalkannya. Setelah itu, para penyerang memasang tangga ke tembok, memasuki kota dan merebutnya. Pada saat yang sama, pemanah dan regu penyerang berinteraksi dengan baik. Slavia adalah pemanah yang bertujuan baik dan karena itu mampu memaksa para pembela untuk meninggalkan tembok.

Yang menarik adalah kampanye pada tahun 589 oleh Peter, komandan kaisar Bizantium Mauritius, melawan suku Slavia yang kuat yang dipimpin oleh Piragast.

Kaisar menuntut tindakan cepat dan tegas dari Peter. Pasukan Peter mundur dari kamp berbenteng dan dalam empat pawai mencapai daerah di mana orang Slavia berada; dia harus menyeberangi sungai. Untuk pengintaian musuh, sekelompok 20 tentara dikirim, yang bergerak pada malam hari dan beristirahat pada siang hari. Setelah melakukan pawai malam yang sulit dan menyeberangi sungai, kelompok itu menetap di semak belukar untuk beristirahat, tetapi tidak menempatkan penjaga. Para prajurit tertidur dan ditemukan oleh detasemen kavaleri Slavia. Bangsa Romawi ditawan. Pengintai yang ditangkap menceritakan tentang rencana komando Bizantium.

Piraghast, setelah mengetahui tentang rencana musuh, bergerak dengan kekuatan besar ke tempat orang Romawi menyeberangi sungai dan diam-diam menetap di hutan. Tentara Bizantium mendekati penyeberangan. Peter, tidak berasumsi bahwa mungkin ada musuh di tempat ini, memerintahkan untuk menyeberangi sungai dengan detasemen terpisah. Ketika seribu orang pertama menyeberang ke sisi lain, para Slavia mengepung dan menghancurkan mereka. Setelah mengetahui hal ini, Peter memerintahkan seluruh pasukan untuk menyeberang, tidak dibagi menjadi beberapa detasemen. Di tepi seberang, Bizantium sedang menunggu barisan Slavia, yang, bagaimanapun, bubar di bawah hujan panah dan tombak yang dilemparkan dari kapal. Memanfaatkan ini, Romawi mendaratkan pasukan besar mereka. Piraghast terluka parah, dan pasukan Slavia mundur dengan berantakan. Peter, karena kurangnya kavaleri, tidak dapat mengatur pengejaran.

Keesokan harinya, pemandu yang memimpin pasukan tersesat. Bangsa Romawi tidak memiliki air selama tiga hari dan memuaskan dahaga mereka dengan anggur. Tentara bisa mati jika bukan karena tahanan, yang menunjukkan bahwa Sungai Helicabia ada di dekatnya. Keesokan paginya, orang Romawi datang ke sungai dan bergegas ke air. Orang Slavia, yang menyergap di tepi seberang yang tinggi, mulai menyerang orang Romawi dengan panah. “Demikianlah orang Romawi,” lapor penulis sejarah Bizantium, “setelah membangun kapal, menyeberangi sungai untuk bergulat dengan musuh dalam pertempuran terbuka. Ketika tentara berada di tepi seberang, orang barbar secara keseluruhan segera menyerang Romawi dan mengalahkan mereka. Orang Romawi yang kalah melarikan diri. Karena Peter benar-benar dikalahkan oleh orang barbar, Priscus diangkat menjadi panglima tertinggi, dan Peter, yang dibebastugaskan, kembali ke Byzantium.

Kegilaan pertempuran berdarah.

Banyak pengetahuan rahasia yang diturunkan dalam tradisi lisan dari ayah ke anak laki-laki dan sangat jarang dipublikasikan. Pengetahuan semacam itu, hingga saat ini dijaga kerahasiaannya, termasuk, misalnya, pengembangan kemampuan dan keterampilan seorang pengamuk. Omong-omong, etimologi kata "mengamuk" masih kontroversial di kalangan ilmiah, kemungkinan besar terbentuk dari bahasa Norse Kuno "berserkr", yang diterjemahkan sebagai "kulit beruang" atau "bertelanjang dada" (akar ber dapat berarti "beruang", begitu juga "telanjang", dan serkr adalah "kulit", "kemeja").

Pengamuk masa depan harus mengembangkan dan mengembangkan dalam dirinya rasa persatuan dengan alam, yang sama sekali mengesampingkan sikap konsumeris atau biadab terhadap dunia sekitarnya, yang menjadi ciri khas manusia modern. Anda dapat menguasai psikoteknik khusus untuk mengumpulkan energi dari pepohonan dan satwa liar, yang selanjutnya akan meningkatkan perasaan hubungan yang tak terpisahkan dengan semua makhluk hidup. Latihan yang baik untuk mengembangkan keterampilan menerima energi dari alam dan meningkatkan kesadaran akan keharmonisan dan kekuatan yang menguasai satwa liar dapat menjadi latihan berikut. Penting untuk menemukan tempat terbuka di hutan, tersembunyi dari mata yang mengintip, di mana praktisi dapat secara teratur datang dan menghabiskan beberapa jam sendirian dengan hutan, membebaskan pikirannya dari kekhawatiran dan kecemasan. Di musim hangat, akan berguna untuk melepas semua pakaian Anda untuk saat ini agar lebih mudah bagi diri Anda sendiri untuk mengatasi stereotip yang dikenakan pada manusia modern oleh peradaban. Pengamuk masa depan harus menjaga kliringnya, memperlakukannya seperti makhluk hidup.

Semua latihan persiapan ini, terlepas dari kesederhanaan dan kemudahannya, sangat penting. Menguasai keterampilan pengamuk tidak terpikirkan tanpa mengatasi sikap konsumen terhadap semua makhluk hidup, begitu khas orang modern, tanpa mengembangkan rasa hubungan yang tak terpisahkan dengan alam, yang hampir hilang sama sekali oleh kebanyakan orang di zaman kita. Setelah ini kelas persiapan Anda harus memilih hewan yang dengannya praktisi akan mengidentifikasi dirinya di masa depan dan yang akan menjadi "Aku" keduanya.Anda dapat memilih beberapa spesies (tidak lebih dari tiga), dan, bertentangan dengan kepercayaan populer, tidak hanya mamalia predator, tetapi juga burung dan bahkan serangga. Anda perlu mencoba mengamati hewan di habitatnya, berusaha membiasakan diri dengan citranya sebanyak mungkin. Sekarang bagian tersulit dari semua pelatihan dimulai - pengembangan kemampuan untuk mengidentifikasi diri Anda secara psikologis dengan hewan, disertai dengan penghentian sementara pemikiran logis dan rasional Cobalah untuk melihat dunia melalui mata hewan, untuk menjalani perasaan dan sensasinya. Penting untuk memahami dengan jelas dan jelas perbedaan antara hewan dan manusia: hewan tidak dapat mengendalikan tindakannya, tidak mampu berbohong atau munafik, dan tidak mampu membuat rencana jangka panjang untuk masa depan. sulit untuk masuk mengamuk berdiri. Sebelum tertidur, Anda harus fokus sepenuhnya pada hewan Anda, yang memungkinkan Anda merasakan penggabungan Anda dengannya dalam mimpi.

Setelah siswa menguasai latihan ini, Anda dapat melanjutkan ke bagian terpenting dari pelatihan - memasuki keadaan mengamuk Di musim hangat, Anda perlu pensiun ke hutan dan menjalani kehidupan hewan Anda selama beberapa hari. Satu-satunya hal yang perlu Anda miliki adalah pisau kecil dan cawat, sebaiknya terbuat dari kulit atau bulu hewan pilihan. Latihan-latihan ini memiliki banyak kesamaan dengan pelatihan bertahan hidup kondisi ekstrim; seseorang harus makan hanya makanan alami, hidup tanpa api dan semua kenyamanan peradaban. Tetapi perbedaan utamanya adalah bahwa saat ini seseorang harus sepenuhnya mengidentifikasi diri dengan hewan, meniru kebiasaannya, membuat suara yang khas, mematikan pemikiran manusia sepenuhnya. Tentu saja, latihan ini harus dilakukan jauh dari permukiman, jika tidak, akibat tabrakan dengan orang yang beradab bisa sangat menyedihkan.

Ada tiga derajat kedalaman pencelupan dalam keadaan mengamuk. Saat memasuki tingkat pertama, praktisi mempertahankan kendali penuh atas dirinya dan tindakannya, tetapi tidak menerima kekuatan atau ketangkasan binatang itu secara penuh. Pada tingkat kedua dari keadaan mengamuk, pandangan individu tentang pemikiran manusia yang rasional dipertahankan, tetapi orang yang berolahraga hampir sepenuhnya merasa seperti binatang, mendapatkan kekuatan, ketangkasan, dan daya tahan yang tidak manusiawi. Ini adalah yang paling sulit untuk dipertahankan dalam keadaan seperti itu, dan para pengamuk pemula kembali ke tingkat yang terkendali, atau, sebaliknya, benar-benar kehilangan semua sifat manusia, mencapai tingkat identifikasi absolut dengan hewan tersebut. Anda dapat berada dalam kondisi kesadaran yang berubah ini dari beberapa jam hingga beberapa hari, tergantung pada tingkat kebugaran fisik, dan setelah meninggalkannya (seseorang mendapati dirinya terbaring di tanah dalam kelelahan total), pengamuk tidak dapat mengingat apa pun yang dia lakukan. saat menjadi binatang.

Pelatihan lebih lanjut turun terutama untuk mengembangkan kemampuan untuk dengan cepat memasuki keadaan mengamuk dan tetap di dalamnya. lama tanpa kehilangan kesadaran penuh tentang apa yang terjadi dan kendali atas diri sendiri. Setelah berhasil mengidentifikasi dirinya sepenuhnya dengan hewan tersebut, praktisi akan selalu dapat menemukan metode yang dapat diterima baginya untuk mengembangkan keterampilan unik ini lebih lanjut.

Di zaman kita, ketika seluruh dunia mencoba meniru orang Amerika, dari seragam hingga taktik dan jatah kering harian, tentara kita perlu lebih sering melihat ke dalam perbendaharaan Rusia yang kaya. tradisi militer dan gunakan pengalaman tentara Rusia yang berusia berabad-abad. Tidak, saya tidak menyarankan Anda untuk memakai sepatu kulit kayu, menumbuhkan janggut dan mengambil pedang dan busur. Hal utama adalah dengan terampil mengidentifikasi dan menggeneralisasi prinsip-prinsip yang dengannya mereka mengalahkan musuh yang lebih kuat dan lebih unggul secara numerik.

Dasar-dasar dan filosofi bahasa Rusia sekolah militer ditetapkan dalam "The Science of Victory" oleh A. V. Suvorov. Sayangnya, tidak banyak komandan modern, seperti yang mereka katakan, mendapatkan buku ini. Tetapi untuk melihat dan memahami esensi dari prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Suvorov dalam karya abadinya, ada baiknya melakukan perjalanan ke kedalaman abad dan melihat bagaimana Rusichi kuno bertempur.

Tanah tempat tinggal Leluhur jauh kita kaya dan subur dan terus-menerus menarik pengembara dari timur, suku Jermanik dari barat, selain itu, nenek moyang kita mencoba mengembangkan tanah baru. Terkadang penjajahan ini berlangsung dengan damai, tetapi. sering disertai dengan permusuhan.

Sejarawan militer Soviet E.A. Razin dalam bukunya "The History of Military Art" menceritakan tentang pengorganisasian tentara Slavia selama periode abad ke-5 hingga ke-6:
Di antara orang Slavia, semua pria dewasa adalah pejuang. Suku Slavia memiliki regu, yang direkrut sesuai dengan prinsip usia oleh prajurit muda, kuat secara fisik, dan tangkas. Organisasi ketentaraan didasarkan pada pembagian menjadi marga dan suku, prajurit marga dipimpin oleh seorang tetua (kepala suku), di kepala suku adalah seorang pemimpin atau pangeran

Procopius dari Kessaria dalam bukunya "War with the Goths" menulis bahwa para pejuang suku Slavia "dulu bersembunyi bahkan di balik batu kecil atau di balik semak pertama yang mereka temui dan menangkap musuh. Ini mereka lakukan lebih dari sekali di tepi sungai Istra. Jadi, penulis kuno dalam buku yang disebutkan di atas menjelaskan satu kasus menarik, bagaimana seorang prajurit Slavia, dengan terampil menggunakan alat penyamaran improvisasi, mengambil "bahasa".

Dan orang Slavia ini, setelah merayap sangat dekat ke tembok di pagi hari, menutupi dirinya dengan semak belukar dan meringkuk seperti bola, bersembunyi di rerumputan. Ketika seorang Goth mendekati tempat ini, orang Slavia itu tiba-tiba menangkapnya dan membawanya hidup-hidup ke kamp.

Mereka dengan berani bertahan di dalam air, sehingga seringkali beberapa dari mereka yang tinggal di rumah, karena terkena serangan mendadak, terjun ke jurang air. Pada saat yang sama, mereka memegang buluh besar yang dibuat khusus di dalam mulutnya, mencapai permukaan air, dan mereka sendiri, berbaring telentang di dasar sungai, bernapas dengan bantuan mereka; dan ini dapat mereka lakukan selama berjam-jam. Jadi sangat tidak mungkin untuk menebak kehadiran mereka.

Daerah tempat orang Slavia biasanya berperang selalu menjadi sekutu mereka. Dari hutan gelap, aliran sungai, jurang yang dalam, para Slavia tiba-tiba menyerang lawan mereka. Inilah yang ditulis oleh Mauritius yang disebutkan sebelumnya tentang ini:
Orang Slavia suka melawan musuh mereka di tempat-tempat yang ditumbuhi hutan lebat, di ngarai. di tebing, mereka secara menguntungkan menggunakan penyergapan, serangan mendadak, trik, dan di bagian bawah dan di malam hari menciptakan banyak berbagai cara... Sangat membantu di hutan, mereka pergi ke sana, karena di antara ngarai mereka tahu cara bertarung dengan baik. Seringkali mereka meninggalkan mangsa yang mereka bawa, seolah-olah di bawah pengaruh kebingungan, dan lari ke hutan, dan kemudian, ketika penyerang menyerbu mangsanya, mereka dengan mudah bangkit dan melukai musuh. Semua ini mereka kuasai dalam berbagai cara yang mereka lakukan untuk memikat musuh.

Jadi, kita melihat bahwa para pejuang kuno menang atas musuh terutama karena kurangnya pola, penggunaan yang licik dan terampil dari daerah sekitarnya.

Dalam pelatihan teknik, Leluhur kita juga diakui spesialis... Penulis kuno menulis bahwa orang Slavia mengungguli "semua orang" dalam seni memaksa sungai. Berada dalam dinas tentara Kekaisaran Romawi Timur, detasemen Slavia dengan terampil memastikan penyeberangan sungai. Mereka dengan cepat membuat perahu dan memindahkan detasemen militer besar ke sisi lain mereka. Orang Slavia biasanya mendirikan kemah di ketinggian yang tidak ada pendekatan tersembunyi. Jika perlu, untuk bertarung di lapangan terbuka, mereka mengatur benteng dari gerobak.

Theophinatus Siompatt melaporkan kampanye satu detasemen Slavia yang berperang melawan Romawi:
Karena bentrokan ini tidak dapat dihindari oleh orang barbar (Slavia) (dan bukan pertanda baik), mereka, setelah membuat gerobak, membuat semacam benteng pertahanan dari mereka, dan menempatkan wanita dan anak-anak di tengah kamp ini. Orang Slavia mengikat gerobak, dan benteng tertutup diperoleh, dari mana mereka melemparkan tombak ke arah musuh. Benteng gerbong adalah pertahanan yang andal melawan kavaleri.

Untuk pertempuran defensif, Slavia memilih posisi yang sulit dijangkau musuh, atau mereka membangun benteng dan membangun tanggul.

Saat menyerbu benteng musuh, mereka menggunakan tangga serbu dan mesin pengepungan. Dalam formasi yang dalam, meletakkan perisai mereka di punggung mereka, para Slavia melakukan penyerangan. Dari contoh di atas, kita dapat melihat bahwa penggunaan medan yang dikombinasikan dengan item yang tersedia menghilangkan keunggulan lawan nenek moyang kita yang semula mereka miliki.

Banyak sumber Barat mengklaim bahwa Slavia tidak memiliki sistem, tetapi ini tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki formasi pertempuran. Mauritius yang sama merekomendasikan untuk membangun formasi yang tidak terlalu dalam untuk melawan mereka dan menyerang tidak hanya dari depan, tetapi juga dari sisi sayap dan dari belakang. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa untuk pertempuran para Slavia ditempatkan dalam urutan tertentu. Mauritius menulis:
... terkadang mereka mengambil posisi yang sangat kuat dan, menjaga bagian belakang mereka, tidak mengizinkan mereka terlibat dalam pertarungan tangan kosong, atau mengepung diri mereka sendiri atau menyerang dari sayap, atau pergi ke belakang.
Contoh di atas memperjelas bahwa orang Slavia kuno memiliki urutan pertempuran tertentu, bahwa mereka bertempur bukan dalam kerumunan, tetapi secara terorganisir, berbaris menurut klan dan suku. Pemimpin suku dan suku adalah kepala suku dan mempertahankan disiplin yang diperlukan dalam ketentaraan. Organisasi tentara Slavia didasarkan pada struktur sosial - pembagian menjadi detasemen suku dan suku. Ikatan kesukuan dan kesukuan memastikan kohesi prajurit yang diperlukan dalam pertempuran.

Dengan demikian, penggunaan urutan pertempuran oleh prajurit Slavia, yang memberikan keuntungan yang tak terbantahkan dalam pertempuran dengan musuh yang kuat, menunjukkan bahwa orang Slavia hanya melakukan pelatihan tempur dengan pasukan mereka. Lagi pula, untuk bertindak cepat dalam formasi pertempuran, itu perlu dilakukan untuk otomatisme. Juga, penting untuk mengetahui musuh yang harus dilawan.

Slavia tidak hanya bisa bertarung dengan terampil di hutan dan lapangan. Untuk merebut benteng, mereka menggunakan taktik yang sederhana dan efektif.

Pada tahun 551, satu detasemen Slavia yang berjumlah lebih dari 3.000 orang, tanpa menemui perlawanan apa pun, menyeberangi Sungai Istra. Pasukan dengan kekuatan besar dikirim untuk menemui orang Slavia. Setelah menyeberangi Sungai Maritsa, orang Slavia terpecah menjadi dua kelompok. Komandan Romawi memutuskan untuk menghancurkan pasukan mereka satu per satu di lapangan terbuka. Memiliki kecerdasan taktis yang ditempatkan dengan baik dan waspada terhadap pergerakan musuh. Orang Slavia mendahului orang Romawi dan, tiba-tiba menyerang mereka dari dua arah, menghancurkan musuh mereka.
Setelah itu, Kaisar Justinian melemparkan detasemen kavaleri reguler melawan Slavia. Detasemen ditempatkan di benteng Thracian Tzurule. Namun, detasemen ini dikalahkan oleh Slavia, yang memiliki kavaleri di barisan mereka yang tidak kalah dengan Romawi. Setelah mengalahkan pasukan lapangan biasa, nenek moyang kita memulai pengepungan benteng di Thrace dan Illyria.

Yang sangat menarik adalah perebutan benteng pantai Toyer oleh orang Slavia, yang terletak 12 hari dari Byzantium. Garnisun benteng 15 ribu orang itu kekuatan yang tangguh. Slavia memutuskan pertama-tama untuk memancing garnisun keluar dari benteng dan menghancurkannya. Untuk melakukan ini, sebagian besar tentara melakukan penyergapan di dekat kota, dan satu detasemen kecil mendekati gerbang timur dan mulai menembaki tentara Romawi.

Orang Romawi, melihat bahwa tidak banyak musuh, memutuskan untuk melampaui benteng dan mengalahkan orang Slavia di lapangan. Para pengepung mulai mundur, berpura-pura kepada para penyerang bahwa, karena ketakutan oleh mereka, mereka melarikan diri. Bangsa Romawi, terbawa oleh pengejaran, berada jauh di depan benteng. Kemudian mereka yang menyergap bangkit dan, menemukan diri mereka di belakang para pengejar, memotong mereka cara yang mungkin mundur. Dan mereka yang berpura-pura mundur, berbalik menghadap orang Romawi, menyerang mereka. Setelah memusnahkan para pengejar, para Slavia kembali bergegas ke tembok kota. Garnisun Toyer dihancurkan. Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa interaksi beberapa detasemen, pengintaian, dan kamuflase di darat terjalin dengan baik di pasukan Slavia.

Dari semua contoh yang diberikan, terlihat bahwa pada abad ke-6 nenek moyang kita memiliki taktik yang sempurna pada masa itu, mereka dapat berperang dan menimbulkan kerusakan serius pada musuh yang jauh lebih kuat dari mereka, dan seringkali memiliki keunggulan jumlah. Sempurna bukan hanya taktik, tetapi juga perlengkapan militer. Jadi, selama pengepungan benteng, orang Slavia menggunakan domba jantan besi, memasang mesin pengepungan. Orang Slavia, di bawah penutup mesin pelempar dan pemanah, memindahkan domba jantan ke dekat tembok benteng, mulai melonggarkannya dan membuat lubang.

Selain tentara darat, Slavia memiliki armada. Ada banyak bukti tertulis tentang penggunaan armada mereka dalam pertempuran melawan Bizantium. Kapal-kapal itu terutama digunakan untuk mengangkut pasukan dan pasukan pendaratan.

Selama bertahun-tahun, suku Slavia dalam perang melawan banyak agresor dari wilayah Asia, dengan Kekaisaran Romawi yang kuat, dengan Khazar Khaganate dan kaum Frank mempertahankan kemerdekaan mereka dan bersatu dalam aliansi suku.

Dalam perjuangan berabad-abad ini, organisasi militer Slavia terbentuk, muncul seni militer bangsa dan negara tetangga. Bukan kelemahan lawan, tapi kekuatan dan seni militer bangsa Slavia memastikan kemenangan mereka.

Tindakan ofensif Slavia memaksa Kekaisaran Romawi untuk beralih ke pertahanan strategis dan membuat beberapa garis pertahanan, yang keberadaannya tidak menjamin keamanan perbatasan kekaisaran. Kampanye tentara Bizantium melintasi Danube, ke kedalaman wilayah Slavia, tidak mencapai tujuan mereka.

Kampanye ini biasanya berakhir dengan kekalahan Bizantium. Ketika orang Slavia, bahkan selama tindakan ofensif mereka, bertemu dengan pasukan musuh yang lebih unggul, mereka biasanya menghindari pertempuran, berusaha mengubah situasi untuk keuntungan mereka, dan baru kemudian melakukan ofensif lagi.

Untuk kampanye jarak jauh, menyeberangi sungai dan merebut benteng pesisir, orang Slavia menggunakan armada benteng, yang mereka bangun dengan sangat cepat. Kampanye besar dan invasi mendalam biasanya didahului dengan pengintaian yang dilakukan oleh pasukan detasemen yang signifikan, yang menguji kemampuan musuh untuk melawan.

Taktik orang Rusia tidak terdiri dari penemuan bentuk-bentuk formasi formasi pertempuran, yang sangat penting bagi orang Romawi, tetapi dalam berbagai metode untuk menyerang musuh, baik dalam ofensif maupun pertahanan. Untuk menggunakan taktik ini, diperlukan organisasi intelijen militer yang baik, yang menjadi perhatian serius orang Slavia. Pengetahuan tentang musuh memungkinkan untuk melakukan serangan mendadak. Interaksi taktis detasemen dilakukan dengan terampil baik dalam pertempuran lapangan maupun selama penyerangan terhadap benteng. Untuk pengepungan benteng, orang Slavia kuno mampu membuat semua peralatan pengepungan modern dalam waktu singkat. Antara lain, para prajurit Slavia dengan terampil menggunakan dampak psikologis pada musuh.

Jadi, dini hari tanggal 18 Juni 860, ibu kota Kekaisaran Bizantium Konstantinopel menjadi sasaran serangan tak terduga oleh pasukan Rusia. Russ datang melalui laut, mendarat di tembok kota dan mengepungnya. Para prajurit mengangkat rekan-rekan mereka dengan tangan terentang, dan mereka, menggoyangkan pedang mereka yang berkilauan di bawah sinar matahari, membuat bingung orang-orang Konstantinopolitan yang berdiri di tembok tinggi. "Serangan" ini sangat berarti bagi Rus - untuk pertama kalinya negara muda itu berkonfrontasi dengan kerajaan besar, untuk pertama kalinya, seperti yang akan diperlihatkan oleh berbagai peristiwa, menghadirkan klaim militer, ekonomi, dan teritorial mereka kepadanya. Dan yang terpenting, berkat serangan yang demonstratif, dihitung secara psikologis secara akurat ini dan perjanjian damai "persahabatan dan cinta" berikutnya, Rus' diakui sebagai mitra setara Byzantium. Penulis sejarah Rusia kemudian menulis bahwa sejak saat itu "tanah itu mulai disebut Ruska".

Semua prinsip peperangan yang tercantum di sini tidak kehilangan signifikansinya bahkan hingga hari ini. Apakah kamuflase dan kelicikan militer kehilangan relevansinya di era teknologi nuklir dan ledakan informasi? Seperti yang ditunjukkan oleh konflik militer baru-baru ini, bahkan dengan satelit pengintai, pesawat mata-mata, peralatan canggih, jaringan komputer, dan senjata dengan kekuatan penghancur yang sangat besar, adalah mungkin untuk membom model karet dan kayu untuk waktu yang lama dan pada saat yang sama disiarkan dengan keras ke seluruh penjuru. dunia tentang keberhasilan militer yang luar biasa.

Apakah kerahasiaan dan kejutan kehilangan artinya?

Mari kita ingat betapa terkejutnya ahli strategi Eropa dan NATO ketika, secara tidak terduga, pasukan terjun payung Rusia tiba-tiba muncul di lapangan udara Pristina di Kosovo, dan "sekutu" kita tidak berdaya untuk melakukan apa pun.

Prajurit Slavia bertempur dengan gagah berani, mengikuti keputusan yang dibuat pada pertemuan suku. Bersiap untuk mengusir agresi yang akan datang, mereka bersumpah: berjuang sampai mati untuk ayah dan saudara laki-laki mereka, untuk nyawa kerabat mereka.

Penawanan di antara orang Slavia dianggap sebagai hal yang paling memalukan. Kata kehormatan sangat dihargai, itu mewajibkan para prajurit dalam kondisi apa pun untuk setia pada persaudaraan senjata - paling banyak adat kuno gotong royong dan gotong royong dalam pertempuran.

Pangeran Svyatoslav, sebelum pertempuran dengan orang Yunani pada tahun 971, menoleh ke tentara dengan kata-kata: “Kita tidak punya tempat tujuan, mau atau tidak, kita harus bertarung ... Jika kita lari, kita akan dipermalukan. Jadi kami tidak akan lari, tetapi kami akan berdiri teguh, dan saya akan mendahului Anda: jika kepala saya tertunduk, maka urus kepala Anda sendiri.” Para prajurit menjawab: "Di mana kepalamu berada, di sana kami akan meletakkan kepala kami." Dalam pertempuran kejam itu, sepuluh ribu tentara Svyatoslav mengalahkan seratus ribu tentara Yunani.

Sumpah militer Slavia disegel dengan nama dewa Perun, karena dia adalah pelindung para pangeran dan pengiring. Berada di negeri asing, para prajurit untuk menghormati Perun menancapkan pedang tempur mereka ke tanah, dan di tempat ini, seolah-olah menjadi tempat perlindungan kampnya.

Budaya prajurit bangsa Slavia telah dan tetap menjadi salah satu misteri sejarah nasional dan dunia yang belum terpecahkan. Paradoksnya adalah bahwa bahkan dalam kerangka satu konsep, keterampilan prajurit Slavia sering dipuji ke langit, dan kemampuan tempur tentara Slavia, dan fakta keberadaan segala jenis organisasi militer yang harmonis, dipertanyakan. Informasi dan opini tentang senjata, taktik, struktur militer dan sosial tentara Slavia bersifat ambigu dan kontradiktif.

Dasar dari sistem militer Slavia adalah tindakan lokal, dan bukan pemusnahan musuh, taktik yang benar, perebutan wilayah yang terencana dan tindakan yang menjadi karakteristik pasukan tetap dan membenarkan keberadaan mereka, sehingga tugas pelatihan militer adalah bertahan dalam pertempuran. : duel, pertarungan kelompok, pertempuran kecil dengan petarung musuh tunggal yang unggul, dan kemudian tindakan detasemen yang terkoordinasi. Menyerah kepada orang lain dalam persenjataan dan profesionalisme, Slavia melampaui mereka dalam keterampilan, menggunakan kondisi medan, mengatur pengintaian, penyergapan dan serangan mendadak, atau menghindari pertempuran yang tidak diinginkan dari semua yang disebut dengan istilah perang Scythian. Keunggulan bukan dalam kuantitas, tetapi dalam ketabahan, daya tahan, kemampuan menanggung kesulitan, berbuat sedikit untuk mencapai tujuan besar adalah inti utama dari jaminan kemenangan budaya militer bangsa Slavia.

Sejarawan Bizantium mencatat bahwa orang Slavia “sangat tinggi dan sangat kuat. Warna rambut mereka sangat putih dan keemasan. Memasuki pertempuran, kebanyakan dari mereka pergi ke musuh dengan perisai dan anak panah di tangan mereka, tetapi mereka tidak pernah memakai peluru. Selanjutnya: “Mereka adalah pejuang yang hebat, karena urusan militer menjadi ilmu yang keras bagi mereka dalam setiap detailnya. Kebahagiaan tertinggi di mata mereka adalah mati dalam pertempuran. Meninggal karena usia tua, atau karena kecelakaan apa pun, adalah aib, lebih memalukan daripada yang tidak bisa dilakukan oleh apa pun. Tatapan mereka lebih seperti perang daripada ganas."

“Seni terbesar mereka adalah mereka tahu cara bersembunyi di sungai di bawah air. Seringkali, tertangkap oleh musuh, mereka berbaring di dasar untuk waktu yang sangat lama dan bernapas dengan bantuan tabung buluh panjang, yang ujungnya dimasukkan ke dalam mulut, dan yang lainnya menjulur ke permukaan air dan dengan demikian bersembunyi di kedalaman. Siapa pun yang memperhatikan pipa-pipa ini, tanpa mengetahui trik seperti itu, akan menganggapnya nyata. Orang yang berpengalaman mengenalinya dengan potongan atau posisinya, dan kemudian ditekan ke mulut atau ditarik keluar dan dengan demikian memaksa yang licik untuk mengapung ke atas.

Slavia adalah komunitas etno-linguistik terbesar di Eropa, tetapi para ilmuwan masih memperdebatkan asal usul Slavia dan sejarah awal mereka. Apa yang bisa kita katakan tentang manusia biasa. Sayangnya, kesalahpahaman tentang Slavia tidak jarang terjadi.

Salah satu kesalahpahaman yang paling umum adalah pendapat bahwa Slavia adalah komunitas etno-linguistik yang damai. Sangat mudah untuk membantahnya. Cukup dengan melihat area pemukiman orang Slavia. Slavia adalah komunitas etno-linguistik terbesar di Eropa. Penaklukan wilayah dalam sejarah jarang terjadi dengan cara diplomatik yang damai. Mereka harus berjuang untuk mendapatkan tanah baru, dan bangsa Slavia sepanjang sejarah mereka menunjukkan kecakapan bertarung.

Sudah di milenium pertama era kita, Slavia hampir sepenuhnya merebut bekas provinsi Eropa dari Kekaisaran Romawi Timur dan membentuk negara merdeka mereka sendiri di atasnya. Beberapa di antaranya masih ada hingga saat ini.

Indikator penting dari kemampuan tempur Slavia adalah fakta bahwa elit militer Kekaisaran Ottoman, Janissari, direkrut dari orang Kristen yang sebagian besar tinggal di Yunani, Albania, dan Hongaria. Sebagai hak istimewa, Janissari juga dapat mengambil anak-anak dari keluarga Muslim di Bosnia, tetapi yang terpenting, hanya orang Slavia.

Semua orang Slavia berambut pirang dan berkulit terang

Juga kesalahpahaman adalah gagasan bahwa orang Slavia benar-benar berambut pirang, bermata biru, dan berkulit putih. Pendapat seperti itu ditemukan di antara pendukung radikal kemurnian darah Slavia.

Faktanya, di antara orang Slavia selatan warna gelap rambut dan mata, pigmentasi kulit adalah fenomena yang tersebar luas.

Beberapa kelompok etnis, seperti, misalnya, Pomak, sama sekali tidak mirip dalam fenotipe dengan buku teks "Slavia", meskipun mereka adalah orang Kaukasia, tetapi berbicara dalam bahasa Slavik, yang dipertahankan dalam leksikon, termasuk leksem Slavonik Lama.

Slavia dan budak - kata serumpun

Hingga saat ini, di antara sejarawan Barat ada anggapan bahwa kata "Slavia" dan kata "budak" (budak) memiliki akar yang sama. Saya harus mengatakan bahwa hipotesis ini bukanlah hal baru, ini populer di Barat pada abad XVIII-XIX.

Pendapat ini didasarkan pada gagasan bahwa Slavia, sebagai salah satu yang paling banyak jumlahnya bangsa Eropa sering menjadi sasaran perdagangan budak.

Saat ini, hipotesis ini dianggap keliru, "budak" Inggris, "Sklave" Jerman, "schiavo" Italia di satu sisi, dan "Slavia" Rusia, "słowianie" Polandia, "slaveni" Kroasia, "słowiónie" Kashubia di sisi lain, tidak saling berhubungan. Analisis linguistik menunjukkan bahwa kata "budak" dalam bahasa Yunani Tengah berasal dari kata kerja Yunani kuno σκυλεύειν (skyleuein) - yang berarti "mendapatkan rampasan perang, merampok", orang pertama tunggal yang terlihat seperti σκυλεύω (dalam transliterasi Latin skyleúō ), varian lain σκυλάω (skyláō).

Slavia tidak memiliki bahasa tertulis sebelum Glagolitik dan Cyrillic

Pendapat bahwa orang Slavia tidak memiliki bahasa tertulis sebelum munculnya huruf Sirilik dan Glagolitik masih diperdebatkan saat ini. Sejarawan Lev Prozorov, sebagai bukti keberadaan tulisan, menulis itu dalam sebuah perjanjian dengan Byzantium Nabi Oleg ada penggalan yang membahas tentang akibat kematian seorang pedagang Rusia di Konstantinopel: jika pedagang itu meninggal, maka seseorang harus "memperlakukan hartanya seperti yang dia tulis dalam surat wasiatnya".
Secara tidak langsung, keberadaan tulisan juga dikonfirmasi oleh penggalian arkeologi di Novgorod. Batang tertulis ditemukan di sana, yang dengannya prasasti diaplikasikan pada tanah liat, plester atau kayu. Alat tulis ini berasal dari pertengahan abad ke-10. Temuan yang sama ditemukan di Smolensk, Genzdovo, dan tempat lain.

Sulit untuk mengatakan dengan pasti jenis tulisan apa ini. Beberapa sejarawan menulis tentang tulisan suku kata, tentang tulisan dengan "fitur dan jubah", ada juga pendukung tulisan rahasia Slavia. Sejarawan Jerman Konrad Schurzfleisch, dalam disertasinya tahun 1670, menulis tentang sekolah-sekolah Slavia Jermanik, tempat anak-anak diajari rune. Sebagai bukti, dia mengutip contoh alfabet rahasia Slavia, mirip dengan rune Denmark pada abad ke-13 hingga ke-16.

Slavia - keturunan Scythians

Alexander Blok menulis: "Ya, kami orang Skit!" Hingga saat ini, orang dapat menemukan pendapat bahwa orang Skit adalah nenek moyang orang Slavia, namun, dalam sumber sejarah terdapat banyak kebingungan dengan definisi orang Skit itu sendiri. Dalam kronik Bizantium yang sama, orang Slavia, Alan, Khazar, dan Pecheneg sudah bisa disebut orang Skit.

Dalam "Tale of Bygone Years" ada referensi tentang fakta bahwa orang Yunani menyebut orang-orang Rus "Scythians": "Oleg pergi ke Yunani, meninggalkan Igor di Kyiv; dia membawa bersamanya banyak Varangian, dan Slavia, dan Chuds, dan Krivichi, dan Meryu, dan Drevlyans, dan Radimichi, dan Polyans, dan Severians, dan Vyatichi, dan Kroasia, dan Dulebs, dan Tivertsy, yang dikenal sebagai penerjemah: ini semua disebut orang Yunani "Scythia Hebat".

Tapi itu tidak banyak bicara. Ada terlalu banyak "jika" dalam hipotesis tentang asal usul Slavia dari Scythians. Hingga saat ini, hipotesis Vistula-Dnieper tentang rumah leluhur Slavia diakui sebagai yang paling dapat diandalkan. Itu dikonfirmasi oleh paralel leksikal dan penggalian arkeologi. Menurut bahan leksikal, ditetapkan bahwa rumah leluhur orang Slavia berada jauh dari laut, di zona datar berhutan dengan rawa dan danau, di dalam sungai yang mengalir ke Laut Baltik. Arkeologi juga menegaskan hipotesis ini. Tautan bawah dalam rantai arkeologi Slavia dianggap sebagai apa yang disebut "budaya pemakaman tertutup", yang mendapatkan namanya dari kebiasaan menutupi jenazah yang dikremasi dengan bejana besar. Dalam bahasa Polandia, "flare" berarti "terbalik". Itu berasal dari abad ke-5 hingga ke-2 SM.

Scythians sudah ada pada saat itu dan mengambil bagian aktif proses sejarah. Setelah invasi Goth pada abad III, kemungkinan besar mereka pergi ke daerah pegunungan Kaukasus. Dari bahasa modern, bahasa Ossetia paling dekat dengan bahasa Skit.

Miniatur: bingkai dari film "Kashchei the Immortal" (1944)

"Mereka mulai membunuh para tahanan"... Mulai mempelajari materi yang sampai kepada kita, Anda langsung menemui kontradiksi yang jelas.

Jadi, penulis sejarah istana Bizantium Procopius dari Kaisarea, menggambarkan musuh baru kekaisaran, mencatat: “Memasuki pertempuran, mayoritas pergi ke musuh dengan berjalan kaki, memiliki perisai kecil dan tombak di tangan mereka, tetapi mereka tidak pernah memakai baju besi; beberapa tidak memiliki jubah atau tunik ..."

Penilaian serupa terhadap musuh diberikan oleh komandan Bizantium Mauritius: "Setiap orang dipersenjatai dengan dua tombak kecil, dan beberapa dengan perisai yang kuat, tetapi sulit untuk ditahan. Mereka juga menggunakan busur kayu dan anak panah kecil yang diolesi racun." Jadi, kekuatan serangan utama Slavia, menurut pendapat bulat dari penulis kuno, adalah infanteri.

Namun, sulit untuk membayangkan bagaimana pasukan yang diperlengkapi dengan buruk, hampir setengah telanjang dan, terlebih lagi, berjalan kaki ini dapat dengan cepat dan dalam menembus wilayah negara yang bertahan dan menghancurkan tentara kekaisaran, yang dengan tepat mengklaim peran negara adidaya. pada waktu itu. Seorang kontemporer dari kekalahan yang memalukan meratap dengan bingung: "Dan mereka belajar bertarung lebih baik daripada orang Romawi (Bizantium), mereka adalah orang-orang sederhana yang tidak berani muncul dari hutan dan tidak tahu senjata apa itu, kecuali dua atau tiga longid ( melempar tombak)" Berbagi keheranan serupa, mari kita coba menjelaskan teka-teki ini.

Asli diambil dari dmgusev

Hal utama adalah bahwa Slavia menguasai trik militer dengan sempurna. Hampir semua penulis kuno mencatat ini: "lagipula, orang barbar ini adalah yang paling ahli dalam pertempuran di medan yang sulit", dan mereka suka menyerang musuh "di tempat berhutan, sempit, dan curam. Mereka menggunakan penyergapan, serangan mendadak, dan trik untuk tujuan mereka. keuntungan.. ."

Deskripsi yang sangat bagus tentang taktik ini telah sampai kepada kita dalam "History of the Longobards" oleh Paul Deacon, yang berbicara tentang serangan Slavia di Kadipaten Benevento, dan ini tidak kurang dari Italia. Diakon mencatat bahwa orang Slavia mendirikan kemah mereka di pantai, mengelilinginya dengan lubang tersembunyi. Duke of Ayo setempat, yang bergegas menyerang dengan pengiringnya, jatuh ke dalam lubang seperti itu bersama kudanya dan terbunuh.

Nasib yang lebih tragis menunggu Adipati Liguria. Untuk mendapatkan kemuliaan penakluk Slavia, dia tidak memikirkan hal yang lebih baik selain menyuap beberapa dari mereka untuk mengatur serangan ... di negaranya sendiri! Keinginan pria ambisius itu menjadi kenyataan - sebuah detasemen kecil Slavia, setelah melewati batas, mendirikan kemah di ketinggian yang dominan. Ketika pasukan adipati yang ambisius segera menyerang orang-orang Slavia "di dahi", mereka, "bertarung lebih banyak batu dan dengan kapak daripada dengan senjata, "membunuh hampir semua orang.

Duke seharusnya membiasakan dirinya terlebih dahulu dengan risalah "Strategikon" dari Mauritius yang sama, yang memperingatkan: perlu menyerang Slavia tidak hanya dari depan, tetapi juga dari sisi lain, dan jika, "menempati tempat yang lebih dibentengi dan dilindungi dari belakang, mereka tidak memberikan kesempatan untuk dikepung atau diserang dari sayap atau dari belakang, beberapa perlu menyergap, dan yang lain berpura-pura melarikan diri di depan mereka, sehingga, ditangkap dengan harapan pengejaran, mereka meninggalkan benteng.

Risalah komandan Bizantium secara tidak langsung menegaskan bahwa nenek moyang kuno kita memiliki taktik dan formasi pertempuran mereka sendiri, karena kerumunan orang barbar yang memukul secara acak tidak dapat memiliki bagian depan atau sayap. Rupanya, mereka memiliki pasukan yang terorganisir dengan baik, jadi tidak mudah untuk melawan mereka. Bahkan Bizantium, yang mempelajari kebiasaan militer Slavia hingga seluk-beluknya, tidak selalu berhasil. Jadi, di dekat Adrianople, pasukan besar Kaisar Justinian tidak dapat membujuk orang-orang Slavia keluar dari kamp berbenteng mereka di gunung, dan serangan itu berubah menjadi kekalahan total.

Tentara Slavia tidak pernah bertindak dalam suatu pola. Jika orang Slavia, yang menghancurkan tanah kekaisaran, tidak punya waktu atau "kondisi untuk membuat benteng yang tidak bergerak, mereka membangun pertahanan secara berbeda.

Ada gambaran tentang bagaimana seribu tentara Bizantium bertemu dengan 600 orang Slavia yang kembali dari penyerbuan dengan banyak barang rampasan. Sejumlah besar gerbong membawa piala dan tawanan. Sebuah sumber (Theophylact Simokatta) melaporkan: "Begitu orang barbar melihat orang Romawi yang mendekat, mereka mulai membunuh para tahanan. Dari tawanan laki-laki, semua yang mampu membawa senjata dibunuh." Langkah yang kejam, tapi dibenarkan dengan titik militer penglihatan. Kemudian orang Slavia membuat benteng gerobak, menempatkan anak-anak dan wanita di tengah. Bizantium tidak berani bergandengan tangan untuk waktu yang lama: mereka takut pada anak panah yang dilemparkan orang Slavia ke kuda. Namun, ketika orang Romawi mulai menghancurkan benteng, orang Slavia membantai tanpa kecuali semua tahanan yang tersisa - wanita dan anak-anak.

"Mereka menyiapkan pelempar batu besar."

Tapi mari kita kesampingkan fakta mengejutkan tentang pembantaian berdarah dingin. Penting bagi kami bahwa di zaman kuno, para pejuang Slavia fasih dalam metode membangun benteng dari gerobak. Cukup mengingat "Wagenburgs" dari Czech Hussites atau Cossack kurens untuk memahami: perangkat taktis yang berharga telah bertahan selama berabad-abad. Tetapi teknik pengepungan Slavia kuno, sayangnya, telah dilupakan seiring waktu. Sementara itu, dulu dia bisa membuat iri para legiuner Romawi. Menggambarkan pengepungan oleh beberapa orang suku Slavia Kota Thessaloniki, penulis sejarah Bizantium menulis: "Mereka menyiapkan helepole (menara pengepungan di atas roda), "domba jantan" besi (domba jantan), pelempar batu besar dan "penyu" (tempat berlindung untuk infanteri), ditutupi dengan kulit lembu jantan yang baru dikuliti untuk perlindungan dari api. Selain itu, armada tersebut secara aktif terlibat dalam pengepungan - setelah menghubungkan kapal mereka berpasangan dalam beberapa kemiripan dengan atamaran, para Slavia berhasil memasang mesin pelempar ke atasnya!

Serangan dimulai dengan seruan perang - "dengan suara bulat mengeluarkan seruan yang mengguncang bumi." Setelah perlakuan psikologis terhadap musuh, pasukan, dibagi menurut jenis senjata: pelempar tombak, pembawa perisai, dan pendekar pedang, melanjutkan serangan, didukung oleh api pemanah, yang panahnya secara puitis dibandingkan oleh penulis sejarah dengan " badai salju musim dingin" atau "awan salju". Tanpa sadar tampaknya tindakan terkoordinasi dari legiun Romawi dijelaskan, tetapi kita berbicara tentang orang barbar yang hampir kemarin keluar dari hutan hutan mereka!

"Mereka mengepung banyak benteng" Berkat keterampilan militer mereka, orang Slavia di zaman kuno memenangkan banyak kemenangan atas unit profesional Bizantium. Yang menarik di sini adalah ini: tidak mungkin untuk berhasil dalam perang penaklukan, hanya mengandalkan kemampuan untuk bertahan dan mengepung. Seseorang pasti telah menyerang lebih dulu! Sementara itu, penulis yang menggambarkan pengepungan Tesalonika mencatat bahwa Slavia telah memilih prajurit yang sebenarnya memulai "serangan binatang" dalam "kegilaan binatang" tanpa dukungan dari pasukan utama.

Orang Skandinavia juga memiliki pejuang seperti itu. Mereka disebut berserker (pejuang dengan kulit beruang), dan mereka biasa "melolong marah dan menggigit perisai mereka" sebelum pertempuran, sehingga jatuh ke dalam trans pertempuran, seperti yang diyakini, bukan tanpa bantuan jamur halusinogen, yang memungkinkan mereka untuk memobilisasi ke saat kritis cadangan psiko-fisik tubuh. Itu terlihat sangat menyeramkan. (Ngomong-ngomong, transformasi serupa juga dijelaskan dalam epik Celtic. Berikut adalah bagaimana pahlawan saga Irlandia Cuchulain berubah sebelum pertarungan: “Semua persendian, persendian, dan ligamennya mulai bergetar ... Kaki dan lututnya bengkok . .. Semua tulang tergeser, dan otot membengkak, tendon dari dahi ditarik ke belakang kepala dan membengkak, menjadi seukuran kepala bayi berumur sebulan... Mulut membentang ke telinga ..." Sepertinya saga tersebut menjelaskan secara rinci transformasi manusia menjadi binatang buas.)

Tapi kembali ke Slavia kuno. Procopius of Caesarea menyimpan deskripsi yang jelas tentang kemampuan dan kebiasaan "penjaga" binatang - Slavia, yang bertarung bukan dalam jumlah, tetapi dalam keterampilan. Jadi: "Tentara Slavia, yang berjumlah tidak lebih dari tiga ribu, menyeberangi Sungai Istr (Danube); setelah segera menyeberangi Sungai Gebr (Sungai Maritsa modern di Bulgaria. Red.), Mereka terbelah menjadi dua. Archon dari tentara Romawi di Illyricum dan Thrace, setelah memasuki pertempuran dan ketika para komandan dengan malu-malu melarikan diri dari kedua kubu barbar, meskipun jumlah mereka jauh lebih rendah dari mereka, satu unit musuh bentrok dengan Aswad.

Pria ini adalah pengawal kaisar Justinian dan memimpin banyak detasemen kavaleri terpilih. Dan budak mereka dirobohkan tanpa kesulitan, Asvad dibawa hidup-hidup pada saat itu, dan kemudian mereka membakarnya, melemparkannya ke dalam api, setelah memotong ikat pinggang dari belakang pria ini. Setelah melakukan ini, mereka mengepung banyak benteng, meskipun sebelumnya mereka tidak menyerbu tembok. Mereka yang mengalahkan Aswad mencapai laut dan menyerbu kota Topir, meski memiliki garnisun militer.

Sangat mengherankan bahwa para prajurit ini tidak membutuhkan peralatan pengepungan untuk merebut benteng. Penangkapan Kapak dengan jelas menggambarkan kecerdasan taktis dan kemampuan fisik mereka: meninggalkan kekuatan penyerang dalam penyergapan, sekelompok kecil orang barbar menggoda komandan garnisun dengan kemungkinan kemenangan mudah. Para prajurit yang meninggalkan kota disingkirkan, penduduk kota yang tidak punya waktu untuk sadar tersapu dari tembok oleh awan panah, orang-orang Slavia memanjat tembok pembatas dengan tali dan ...

Di sini tepat untuk kembali ke sumbernya lagi: "Semua pria, hingga 15 ribu, mereka langsung dibunuh, dan anak-anak serta wanita diperbudak. Namun, pada awalnya mereka tidak menyayangkan usia berapa pun, tetapi mereka membunuh semua orang tanpa kecuali. Mereka dibunuh bukan dengan pedang, bukan dengan tombak dan tidak dengan cara biasa lainnya, tetapi, setelah dengan kuat mendorong tiang pancang ke tanah, mereka menusuk kepala orang-orang malang dengan kekuatan besar, orang-orang barbar ini membunuh orang-orang seperti anjing ... Dan mereka, mengunci orang lain di gudang ... membakarnya tanpa belas kasihan.

Tapi inilah yang aneh. Di satu sisi, di hadapan kita ada "pro" yang dengan mudah berurusan dengan unit elit kekaisaran, di sisi lain, sekelompok preman pemabuk darah yang praktis tidak peduli dengan keuntungan mereka sendiri (Anda bisa mendapatkan uang tebusan yang bagus untuk satu aswad). Kontradiksi aneh ini menghilang jika Anda memahami siapa sebenarnya pengawal kekaisaran yang kurang beruntung untuk ditemui.
"Saling memanggil lolongan serigala".

Di sini kita sampai pada yang paling momen yang menarik, karena dalam banyak sumber detasemen Slavia terbaik tidak hanya disebut hewan, tetapi juga didefinisikan sebagai "serigala". Dan di sini perlu diingat mitologi, pertama-tama bangsa Indo-Eropa. Dari kedalaman zaman primitif yang tidak diketahui, mitos tentang manusia serigala telah diturunkan hingga saat ini, yang secara langsung terkait di antara orang Slavia dengan kultus serigala yang misterius. Mungkin, serigala itu dipuja sebagai leluhur totem - leluhur suku tersebut. Pemimpin yang memimpin suku harus memiliki kemampuan untuk menjelma menjadi binatang totemnya. (Ide keagamaan serupa ada di zaman kuno di antara banyak orang Indo-Eropa, khususnya Balt, Jerman, Celtic, Indo-Iran, dll.) Sangat mengherankan bahwa pengamuk juga dianggap sebagai manusia serigala: selama pertempuran mereka secara psikologis terlahir kembali menjadi serigala ).

Data etnografis menunjukkan bahwa di antara orang Slavia, kultus "binatang" terkait erat dengan ritus inisiasi, yaitu pencobaan dan inisiasi rahasia pemuda masuk masa dewasa. Selama sakramen, subjek mengalami kematian ritual, "terlahir kembali" menjadi serigala dan menjadi seorang pejuang - anggota persatuan laki-laki rahasia, setelah itu ia harus tinggal untuk beberapa waktu jauh dari pemukiman kerabat "kehidupan serigala". , yaitu menumpahkan darah, membunuh. Tidaklah mengherankan jika Bizantium tidak memiliki kesan yang paling menyanjung dari nenek moyang kita: "mereka hidup dalam kekeraskepalaan, keinginan keras, kurangnya otoritas, membunuh sepanjang waktu", "mereka saling memanggil dengan lolongan serigala". Dan hidangan mereka yang paling enak adalah payudara wanita.

"Transformasi" menjadi manusia serigala yang ganas dilakukan ketika seseorang mengenakan kulit serigala dan sabuk khusus dengan jimat magis. Rupanya, untuk jatuh ke dalam hiruk-pikuk ritual, para prajurit menggunakan halusinogen - jamur atau tumbuhan seperti tumbuhan tumbuhan. Kisah yang sampai kepada kita tentang interogasi Slavia oleh komandan Bizantium sangat menarik: "Setelah mengatur interogasi, Alexander mulai bertanya dari mana asal para tawanan. Tetapi orang-orang barbar, yang telah jatuh ke dalam kegilaan yang sekarat, tampaknya untuk bersukacita atas siksaan itu, seolah-olah tubuh orang lain menderita cambukan.”

Tidaklah mengherankan bahwa dengan semangat yang begitu brutal dan organisasi militer yang demikian, bangsa Slavia merebut wilayah yang sangat luas, yang kemudian mereka sebut dengan kata "Rus".