Tartuffe komedi tinggi. Pentingnya Molière dalam perkembangan dramaturgi Prancis, pembentukan genre "komedi tinggi" dalam karyanya
Tema "filistinisme pada kaum bangsawan" dalam karya Molière. alasan relevansinya.
Orientasi satir komedi Molière "Tartuffe". Peran komedi dalam perang melawan reaksi Katolik feodal.
Keunikan interpretasi citra Don Juan dalam komedi Moliere "Don Juan".
Kuliah: Molière mengarah ke komedi masalah serius, tetapi membicarakannya dengan lucu ("membuat dan mengajar"). Perluasan karakter: rakyat jelata + bangsawan. Jenis komedi Molière: 1. Satu babak - komedi situasi; 2. Komedi Murni Tinggi (sebagai aturan, lima babak) - sebagian ditulis dalam sajak (Tartuffe, Don Juan, Miser).
Kebebasan: 1. Tuntutan kebebasan berpikir. 2. Libertinisme Rumah Tangga - pelanggaran larangan di tingkat kehidupan sehari-hari. Don Juan adalah seorang libertine.
Sudah di paruh pertama abad XVII. ahli teori klasisisme mendefinisikan genre komedi sebagai genre yang lebih rendah, yang ruang lingkupnya adalah kehidupan pribadi, kehidupan sehari-hari, dan adat istiadat. Terlepas dari kenyataan bahwa di Prancis pada pertengahan abad ke-17. komedi Corneille, Scarron, Cyrano de Bergerac ditulis, pencipta sebenarnya dari komedi klasik adalah Jean-Baptiste Poquelin ( nama panggung- Molière, Jean Baptiste Poquelin, Molière, 1622-1673), putra seorang dekorator-pelapis pengadilan. Meski demikian, Moliere mengenyam pendidikan yang sangat baik saat itu. Di Jesuit College of Clermont, dia mempelajari bahasa kuno dan sastra kuno dengan saksama. Moliere mengutamakan sejarah, filsafat, ilmu alam. Dia sangat tertarik pada ajaran atomistik dari filsuf materialis Epicurus dan Lucretius. Puisi Lucretius "On the Nature of Things" dia terjemahkan ke dalam bahasa Prancis. Terjemahan ini tidak dipertahankan, tetapi dia kemudian memasukkan beberapa ayat dari Lucretius dalam monolog Eliant ("The Misanthrope", II, 3). Di kampus, Moliere juga berkenalan dengan filosofi P. Gassendi dan menjadi pendukung setianya. Mengikuti Gassendi, Moliere percaya pada legitimasi dan rasionalitas naluri alamiah manusia, akan kebutuhan akan kebebasan dalam perkembangan kodrat manusia. Setelah lulus dari Clermont College (1639), dia mengikuti kursus hukum di University of Orleans, diakhiri dengan keberhasilan lulus ujian untuk gelar lisensiat hak. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Molière bisa menjadi seorang Latinis, filsuf, pengacara, dan pengrajin, yang sangat diinginkan ayahnya.
Lelucon itu menarik perhatian Molière dengan isinya yang diambil dari kehidupan sehari-hari, keragaman tema, keragaman dan vitalitas gambar, dan keragaman situasi komik. Sepanjang hidupnya, Molière tetap menyukai lelucon ini, dan bahkan dalam komedi tertingginya (misalnya, di Tartuffe) ia sering memperkenalkan unsur-unsur lelucon. Komedi topeng Italia (commedia dell'arte), yang sangat populer di Prancis, juga memainkan peran penting dalam karya Moliere. Improvisasi para aktor selama pementasan, intrik yang rumit, karakter yang diambil dari kehidupan, prinsip akting yang menjadi ciri khas komedi topeng, digunakan Moliere dalam karya awalnya.
Molière, penulis yang pernah berkata: "Saya mengambil kebaikan saya di mana saya menemukannya," membuat komedi tidak hanya berdasarkan intrik orisinal, tetapi sering kali menggunakan plot yang sudah dikembangkan. Pada masa itu hal itu cukup dapat diterima. Karena banyak membaca, Moliere beralih ke komedian Romawi, Renaisans Italia, novelis dan penulis drama Spanyol, hingga orang-orang Prancis sezamannya yang lebih tua; penulis terkenal (Scarron, Rotru).
Pada 1658 Molière dan rombongannya kembali ke Paris. Di Louvre, di hadapan raja, mereka memainkan tragedi Corneille "Nycomedes" dan sandiwara Moliere "Doctor in Love", di mana dia memainkan peran utama. Kesuksesan Molière dibawa oleh permainannya sendiri. Atas permintaan Louis XIV, rombongan Moliere diizinkan untuk mementaskan pertunjukan di teater istana Petit Bourbon secara bergiliran dengan rombongan Italia.
Memuaskan persyaratan raja untuk menciptakan tontonan yang menghibur, Molière beralih ke genre baru - balet komedi. Di Paris, Moliere menulis 13 lakon, yang memasukkan musik sebagai kebutuhan, dan seringkali sebagai komponen utama. Balet komedi Molière secara gaya dibagi menjadi dua kelompok. Kategori pertama mencakup lakon liris yang luhur dengan karakterisasi psikologis yang mendalam dari tokoh utamanya. Ini adalah, misalnya, "The Princess of Elis" (1664, dipresentasikan di Versailles pada festival "The Amusements of the Enchanted Island"), "Melisert" dan "Cosmic Pastoral" (1666, dipresentasikan di festival "Ballet of the Muses" di Saint-Germain), "Brilliant Lovers" (1670, di festival" Royal entertainment ", ibid)," Psyche "(1671, di Tuileries). Kelompok kedua sebagian besar adalah komedi satir sehari-hari dengan elemen lucu, misalnya: Sisilia (1667, di Saint-Germain), Georges Dandin (1668, di Versailles), Monsieur de Poursonac (1669, di Chambord) , "Pedagang di bangsawan" (1670, ibid.), "The Imaginary Sick" (1673, di Palais Royal). Moliere dengan terampil menggunakan berbagai cara untuk mencapai kombinasi harmonis antara nyanyian, musik, dan tarian dengan aksi dramatis. Banyak balet komedi, selain nilai artistik yang tinggi, memiliki kepentingan sosial yang besar. Selain itu, drama inovatif Molière (dikombinasikan dengan musik Lully) ini berkontribusi pada lahirnya genre musik baru di Prancis: tragedi dalam musik, yaitu opera (balet komedi grup pertama) dan opera komik (balet komedi dari kelompok kedua) - genre demokrasi murni Prancis, yang akan berkembang di abad ke-18.
Mengevaluasi komedi sebagai genre, Molière menyatakan bahwa itu tidak hanya setara dengan tragedi, tetapi bahkan lebih tinggi dari itu, karena "membuat orang jujur tertawa" dan dengan demikian "membantu memberantas kejahatan". Tugas komedi adalah menjadi cermin masyarakat, menggambarkan kekurangan orang-orang pada masanya. Kriteria komedi artistik adalah kebenaran realitas. Kebenaran ini hanya dapat dicapai ketika seniman mengambil materi dari kehidupan itu sendiri, memilih fenomena paling alami dan menciptakan karakter umum berdasarkan pengamatan tertentu. Penulis drama seharusnya tidak melukis potret, "tetapi moral, tanpa menyentuh orang." Karena “tugas komedi adalah untuk mewakili semua kekurangan orang pada umumnya dan orang modern pada khususnya”, “tidak mungkin menciptakan karakter yang tidak mirip dengan siapa pun di sekitarnya” (“Impromptu of Versailles”, I, 3). Penulis tidak akan pernah menghabiskan semua materi, "kehidupan menyediakannya dengan berlimpah" (ibid.). Tidak seperti tragedi, yang menggambarkan "pahlawan", komedi harus menggambarkan "orang", sementara itu perlu untuk "mengikuti alam", yaitu memberi mereka ciri khas orang sezaman dan menggambar mereka dengan wajah hidup yang mampu mengalami penderitaan. “Saya, setidaknya, percaya,” tulis Molière, “bahwa jauh lebih mudah bermain dengan perasaan tinggi, mengejek kemalangan dalam sajak, menghancurkan takdir dan mengutuk para dewa, daripada menembus sisi konyol orang dan mengubah mereka. kekurangan menjadi pemandangan yang menyenangkan. Saat Anda menggambar karakter, Anda melakukan apa pun yang Anda inginkan... Tapi saat Anda menggambar orang, Anda harus menggambar mereka dari kehidupan. Potret-potret ini harus serupa, dan jika Anda tidak dapat mengenali orang-orang sezaman di dalamnya, Anda telah bekerja dengan sia-sia ”(“ Kritik terhadap “School of Wives”, I, 7). Mengikuti "aturan terbesar adalah untuk menyenangkan" (ibid.), Moliere menyerukan untuk mendengarkan "penilaian yang baik dari parter" ("Kritik pada "School of Wives", I, 6), yaitu, pendapat penonton yang paling demokratis.
Komedi Moliere dapat dibagi menjadi dua jenis, berbeda dalam struktur artistik, sifat komik, intrik dan konten secara umum. Kelompok pertama termasuk komedi sehari-hari, dengan plot lucu, satu babak atau tiga babak, ditulis dalam bentuk prosa. Komedi mereka adalah komedi posisi (The Ridiculous Pretenders, 1659; Sganarelle, atau Imaginary Cuckold, 1660; Reluctant Marriage, 1664; Reluctant Doctor, 1666; Skalen's Scammers, 1671). Kelompok lainnya adalah "komedi tinggi". Mereka harus ditulis sebagian besar dalam bentuk sajak dan terdiri dari lima babak. Komik " komedi tinggi"- ini adalah komedi karakter, komedi intelektual ("Tartuffe", "Don Juan", "Misanthrope", "Scientific Women", dll.).
Pada pertengahan 1660-an, Moliere menciptakan komedi terbaiknya, di mana dia mengkritik keburukan ulama, bangsawan, dan borjuasi. Yang pertama adalah "Tartuffe, atau Penipu" (diedit pada 1664, 1667 dan 1669)._Drama itu akan dipertunjukkan selama perayaan istana megah "Entertainment of the Enchanted Island", yang berlangsung pada Mei 1664 di Versailles. Namun, drama itu mengganggu liburan. Sebuah konspirasi nyata muncul melawan Moliere, dipimpin oleh Ibu Suri Anna dari Austria. Moliere dituduh menghina agama dan gereja, menuntut hukuman untuk itu. Pertunjukan drama telah dibatalkan.
Moliere mencoba mementaskan lakon itu dalam edisi baru. Pada edisi pertama tahun 1664, Tartuffe adalah seorang pendeta. Orgon borjuis Paris yang kaya, yang rumahnya dimasuki bajingan ini, berpura-pura menjadi orang suci, belum memiliki seorang putri - pendeta Tartuffe tidak dapat menikahinya. Tartuffe dengan cekatan keluar dari situasi sulit, terlepas dari tuduhan putranya Orgon, yang menangkapnya saat merayu ibu tirinya Elmira. Kemenangan Tartuffe dengan tegas membuktikan bahaya kemunafikan.
Dalam edisi kedua (1667; seperti yang pertama, itu belum sampai kepada kita), Molière memperluas lakonnya, menambahkan dua babak lagi ke tiga babak yang sudah ada, di mana ia menggambarkan hubungan antara Tartuffe yang munafik dengan pengadilan, pengadilan, dan polisi. . Tartuffe bernama Panyulf dan berubah menjadi manusia dunia, berniat menikahi putri Orgon, Marianne. Komedi berjudul "The Deceiver" diakhiri dengan pemaparan Panyulf dan pemuliaan raja. Dalam edisi terakhir yang sampai kepada kita (1669), orang munafik itu kembali disebut Tartuffe, dan keseluruhan drama itu disebut "Tartuffe, atau si Penipu".
Raja tahu tentang permainan Moliere dan menyetujui idenya. Berjuang untuk Tartuffe, Molière dalam Petisi pertama kepada Raja membela komedi, membela diri dari tuduhan tidak bertuhan dan berbicara tentang peran sosial penulis satir. Raja tidak mencabut larangan dari drama itu, tetapi dia tidak mengindahkan nasihat dari orang-orang suci yang fanatik “untuk membakar tidak hanya buku itu, tetapi juga penulisnya, setan, ateis, dan libertine yang menulis jahat, penuh dengan permainan kekejian di mana dia mengolok-olok gereja dan agama, fungsi suci” (“Raja Terbesar Dunia”, pamflet oleh Dr. Sorbonne Pierre Roullet, 1664).
Izin untuk mementaskan lakon dalam edisi keduanya diberikan oleh raja secara lisan, dengan tergesa-gesa, saat berangkat ke ketentaraan. Segera setelah pemutaran perdana, komedi tersebut kembali dilarang oleh Presiden Parlemen (lembaga peradilan tertinggi) Lamoignon, dan Uskup Agung Paris Perefix menerbitkan pesan di mana dia melarang semua umat paroki dan pendeta untuk “menyajikan, membaca, atau mendengarkan drama berbahaya. ” di bawah tekanan ekskomunikasi. Molière meracuni Petisi kedua ke markas raja, di mana dia menyatakan bahwa dia akan berhenti menulis sama sekali jika raja tidak membelanya. Raja berjanji untuk menyelesaikannya. Sementara itu, komedi dibacakan di rumah-rumah pribadi, dibagikan dalam bentuk manuskrip, dipentaskan dalam pertunjukan tertutup (misalnya di istana Pangeran Conde di Chantilly). Pada tahun 1666, ibu suri meninggal dan ini memberi Louis XIV kesempatan untuk menjanjikan Molière izin awal untuk tampil. Tahun 1668 tiba, tahun yang disebut "perdamaian gerejawi" antara Katolik ortodoks dan Jansenisme, yang berkontribusi pada toleransi tertentu dalam masalah agama. Saat itulah produksi Tartuffe diizinkan. Pada tanggal 9 Februari 1669, pementasan drama itu sukses besar.
Apa alasan serangan kekerasan terhadap "Tartuffe"? Molière telah lama tertarik pada tema kemunafikan, yang dia lihat di mana-mana dalam kehidupan publik. Dalam komedi ini, Moliere beralih ke jenis kemunafikan yang paling umum pada saat itu - religius - dan menulisnya berdasarkan pengamatannya terhadap aktivitas perkumpulan religius rahasia - "Masyarakat Hadiah Suci", yang dilindungi oleh Anna dari Austria dan yang anggotanya adalah Lamoignon dan Perefix, dan para pangeran gereja, dan para bangsawan, dan borjuis. Raja tidak memberikan izin untuk aktivitas terbuka organisasi bercabang ini, yang telah ada selama lebih dari 30 tahun, aktivitas masyarakat dikelilingi oleh misteri terbesar. Bertindak di bawah moto "Menekan setiap kejahatan, mempromosikan setiap kebaikan", anggota masyarakat menetapkan tugas utama mereka sebagai perang melawan pemikiran bebas dan ketidakbertuhanan. Memiliki akses ke rumah pribadi, mereka pada dasarnya menjalankan fungsi polisi rahasia, melakukan pengawasan rahasia terhadap tersangka, mengumpulkan fakta yang diduga membuktikan kesalahan mereka, dan atas dasar ini menyerahkan tersangka penjahat kepada pihak berwenang. Anggota masyarakat mengkhotbahkan penghematan dan asketisme dalam moral, memiliki sikap negatif terhadap semua jenis hiburan dan teater sekuler, dan mengejar hasrat akan mode. Moliere menyaksikan bagaimana anggota "Society of Holy Gifts" dengan menyindir dan dengan terampil menggosok diri mereka ke dalam keluarga orang lain, bagaimana mereka menaklukkan orang, sepenuhnya menangkap hati nurani dan keinginan mereka. Hal ini mendorong alur lakon tersebut, sedangkan karakter Tartuffe dibentuk dari ciri khas yang melekat pada anggota "Society of Holy Gifts".
Seperti mereka, Tartuffe terhubung dengan pengadilan, dengan polisi, dia dilindungi di pengadilan. Dia menyembunyikan penampilan aslinya, menyamar sebagai bangsawan miskin, mencari makanan di teras gereja. Dia menembus keluarga Orgon karena di rumah ini, setelah pemilik menikah dengan Elmira muda, alih-alih kesalehan sebelumnya, moral bebas, kesenangan, pidato kritis terdengar. Selain itu, teman Orgon, Argas, seorang pengasingan politik, anggota Fronde Parlemen (1649), meninggalkannya dokumen-dokumen memberatkan yang disimpan di dalam sebuah kotak. Keluarga seperti itu mungkin tampak mencurigakan bagi "Masyarakat", dan pengawasan dilakukan untuk keluarga seperti itu.
Tartuffe bukanlah perwujudan kemunafikan sebagai sifat buruk universal, itu adalah tipe yang digeneralisasikan secara sosial. Pantas saja dia tidak sendirian dalam komedi: pelayannya Laurent, juru sita Loyal, dan wanita tua - ibu Orgon, Ny. Pernel, munafik. Mereka semua menutupi perbuatan buruk mereka dengan ucapan saleh dan dengan waspada memperhatikan perilaku orang lain. Penampilan khas Tartuffe diciptakan oleh kesucian dan kerendahan hati imajinernya: “Dia berdoa di dekat saya setiap hari di gereja, / Dalam dorongan saleh, berlutut. // Dia menarik perhatian semua orang pada dirinya sendiri" (I, 6). Tartuffe bukannya tanpa daya tarik eksternal, ia memiliki sopan santun, sikap menyindir, di belakangnya tersembunyi kehati-hatian, energi, kehausan yang ambisius akan kekuasaan, kemampuan untuk membalas dendam. Dia menetap dengan baik di rumah Orgon, di mana pemiliknya tidak hanya memuaskan keinginan sekecil apa pun, tetapi juga siap memberinya putrinya Marianna, seorang ahli waris yang kaya, sebagai istrinya. Orgon menceritakan semua rahasia kepadanya, termasuk mempercayakannya dengan penyimpanan kotak berharga dengan dokumen yang memberatkan. Tartuffe berhasil karena dia adalah seorang psikolog halus; mempermainkan rasa takut akan Orgon yang mudah tertipu, dia memaksa Orgon untuk mengungkapkan rahasia apa pun kepadanya. Tartuffe menutupi rencananya yang berbahaya dengan argumen agama. Dia sangat menyadari kekuatannya, dan karena itu tidak menahan kecenderungan jahatnya. Dia tidak mencintai Marianne, dia hanya pengantin yang menguntungkan baginya, dia terpesona oleh Elmira yang cantik, yang coba dirayu oleh Tartuffe. Alasan kasuistiknya bahwa pengkhianatan bukanlah dosa jika tidak ada yang mengetahuinya membuat marah Elmira. Damis, putra Orgon, seorang saksi pertemuan rahasia, ingin mengungkap penjahat itu, tetapi dia, setelah mengambil sikap mencela diri sendiri dan bertobat atas dosa yang dianggap tidak sempurna, sekali lagi menjadikan Orgon sebagai pelindungnya. Ketika, setelah kencan kedua, Tartuffe jatuh ke dalam perangkap dan Orgon mengusirnya dari rumah, dia mulai membalas dendam, menunjukkan sifatnya yang kejam, korup, dan egois.
Tapi Molière tidak hanya mengungkap kemunafikan. Di Tartuffe, dia mengajukan pertanyaan penting: mengapa Orgon membiarkan dirinya begitu tertipu? Pria yang sudah paruh baya ini, jelas tidak bodoh, dengan temperamen yang kuat dan kemauan yang kuat, mengalah pada mode kesalehan yang tersebar luas. Orgon percaya pada kesalehan dan "kesucian" Tartuffe dan melihatnya sebagai mentor spiritualnya. Namun, dia menjadi bidak di tangan Tartuffe, yang tanpa malu-malu menyatakan bahwa Orgon lebih suka mempercayainya "daripada matanya sendiri" (IV, 5). Alasan untuk ini adalah kelembaman kesadaran Orgon, yang dibesarkan untuk tunduk kepada pihak berwenang. Kelambanan ini tidak memberinya kesempatan untuk memahami secara kritis fenomena kehidupan dan mengevaluasi orang-orang di sekitarnya. Namun, jika Orgon memperoleh pandangan yang baik tentang dunia setelah paparan Tartuffe, maka ibunya, wanita tua Pernel, seorang pendukung pandangan patriarki yang bodoh dan saleh, tidak pernah melihat wajah asli Tartuffe.
Generasi muda yang diwakili dalam komedi, yang langsung melihat wajah asli Tartuffe, dipersatukan oleh pembantu Dorina, yang telah lama dan setia melayani di rumah Orgon dan dicintai serta dihormati di sini. Kebijaksanaan, akal sehat, wawasannya membantu menemukan cara yang paling tepat untuk melawan bajingan yang licik.
Komedi "Tartuffe" sangat penting secara sosial. Di dalamnya, Moliere tidak menggambarkan hubungan pribadi keluarga, tetapi kejahatan sosial yang paling berbahaya - kemunafikan. Dalam Kata Pengantar Tartuffe, sebuah dokumen teoretis yang penting, Molière menjelaskan arti dari lakonnya. Dia menegaskan tujuan publik dari komedi, menyatakan bahwa “tugas komedi adalah menghukum kejahatan, dan tidak boleh ada pengecualian di sini. Sifat buruk kemunafikan dari sudut pandang negara adalah salah satu konsekuensi yang paling berbahaya. Teater memiliki kemampuan untuk menangkal kejahatan. Kemunafikan, menurut definisi Moliere, wakil negara utama Prancis pada masanya, yang menjadi objek sindirannya. Dalam komedi yang membangkitkan tawa dan ketakutan, Molière menggambarkan gambaran mendalam tentang apa yang terjadi di Prancis. Orang munafik seperti Tartuffe, lalim, penipu dan pembalas, mendominasi negara dengan impunitas, melakukan kekejaman yang nyata; pelanggaran hukum dan kekerasan adalah hasil dari aktivitas mereka. Moliere melukis gambar yang seharusnya mengingatkan mereka yang memerintah negara. Dan meskipun raja ideal di akhir drama melakukan keadilan (yang dijelaskan oleh keyakinan naif Moliere pada raja yang adil dan masuk akal), situasi sosial yang digariskan oleh Moliere tampak mengancam.
Moliere sang seniman, yang menciptakan "Tartuffe", menggunakan berbagai cara: di sini Anda dapat menemukan unsur lelucon (Orgon bersembunyi di bawah meja), komedi intrik (kisah kotak dengan dokumen), komedi sopan santun (adegan di rumah seorang borjuis kaya), komedi karakter (ketergantungan tindakan pembangunan dari sifat pahlawan). Pada saat yang sama, karya Molière adalah komedi klasik yang khas. Semua "aturan" dipatuhi dengan ketat di dalamnya: itu dirancang tidak hanya untuk menghibur, tetapi juga untuk mengajar penonton. Dalam "Kata Pengantar" untuk "Tartuffe" dikatakan: "Anda tidak dapat menangkap orang seperti itu dengan menggambarkan kekurangan mereka. Mereka mendengarkan celaan dengan ketidakpedulian, tetapi mereka tidak tahan diejek. Komedi dalam pengajaran yang menyenangkan mencela orang karena kekurangan mereka.
Don Giovanni, atau Tamu Batu (1665) ditulis dengan sangat cepat untuk memperbaiki urusan teater setelah pelarangan Tartuffe. Molière beralih ke tema yang sangat populer, yang pertama kali dikembangkan di Spanyol, tentang seorang pelacur yang tidak mengenal hambatan dalam mengejar kesenangan. Untuk pertama kalinya, Tirso de Molina menulis tentang Don Juan, menggunakan sumber-sumber rakyat, kronik Seville tentang don Juan Tenorio, seorang libertine yang menculik putri Komandan Gonzalo de Ulloa, membunuhnya dan menodai gambar makamnya. Belakangan, tema ini menarik perhatian para penulis drama di Italia dan Prancis, yang mengembangkannya sebagai legenda tentang seorang pendosa yang tidak bertobat, kehilangan ciri-ciri nasional dan sehari-hari. Moliere memperlakukan tema terkenal ini dengan cara yang benar-benar orisinal, meninggalkan interpretasi religius dan moral dari citra sang protagonis. Don Juan-nya adalah orang sekuler biasa, dan peristiwa yang menimpanya disebabkan oleh sifat-sifat sifatnya, dan tradisi sehari-hari, dan hubungan sosial. Don Juan dari Moliere, yang sejak awal drama didefinisikan oleh pelayannya Sganarelle sebagai "penjahat terhebat yang pernah dibawa bumi, monster, anjing, iblis, Turki, bidah" ( I, 1), adalah seorang pemberani muda, penggaruk, yang tidak melihat penghalang untuk manifestasi kepribadiannya yang kejam: dia hidup sesuai dengan prinsip "segalanya diperbolehkan". Dalam menciptakan Don Juan-nya, Moliere tidak mencela pesta pora secara umum, tetapi amoralitas yang melekat pada bangsawan Prancis abad ke-17; Moliere mengenal orang-orang jenis ini dengan baik dan karena itu menggambarkan pahlawannya dengan sangat andal.
Seperti semua dandies sekuler pada masanya, Don Juan hidup dalam hutang, meminjam uang dari "tulang hitam" yang dia benci - dari Dimanche borjuis, yang berhasil dia pikat dengan kesopanannya, dan kemudian mengirimnya keluar tanpa membayar. utang. Don Juan membebaskan dirinya dari semua tanggung jawab moral. Dia merayu wanita, menghancurkan keluarga orang lain, dengan sinis berusaha untuk merusak semua orang yang berurusan dengannya: gadis petani yang berhati sederhana, yang masing-masing dia janjikan untuk dinikahi, seorang pengemis, yang dia tawarkan emas untuk penistaan, Sganarelle, kepada siapa dia menetapkan contoh nyata perlakuan terhadap kreditur Dimansh. Kebajikan "borjuis kecil" - kesetiaan dalam pernikahan dan rasa hormat berbakti - membuatnya hanya tersenyum. Ayah Don Juan, Don Luis, mencoba bernalar dengan putranya, meyakinkannya bahwa "gelar seorang bangsawan harus dibenarkan" dengan "martabat dan perbuatan baik" pribadi, karena "asal-usul mulia tanpa kebajikan bukanlah apa-apa", dan "kebajikan adalah tanda pertama kebangsawanan." Marah dengan amoralitas putranya, Don Luis mengakui bahwa "putra seorang pembantu rumah tangga, jika dia orang yang adil", dia menempatkan "lebih tinggi dari putra raja" jika yang terakhir hidup seperti Don Juan (IV, 6). Don Juan menyela ayahnya hanya sekali: “Jika kamu duduk, akan lebih nyaman bagimu untuk berbicara,” tetapi dia mengungkapkan sikap sinisnya terhadapnya dengan kata-kata: “Oh, kamu mati secepat mungkin, itu membuatku marah. bahwa ayah hidup selama anak laki-laki" (IV, 7). Don Juan memukuli Piero petani, yang kepadanya dia berutang nyawanya, sebagai tanggapan atas kemarahannya: "Apakah menurut Anda jika Anda seorang tuan, maka Anda dapat mengganggu gadis-gadis kami di bawah hidung kami?" (II, 3). Dia menertawakan keberatan Sganarelle: "Jika Anda dari keluarga bangsawan, jika Anda memiliki wig pirang ... topi dengan bulu ... maka Anda lebih pintar untuk ini ... semuanya diperbolehkan untuk Anda, dan tidak ada yang berani mengatakan yang sebenarnya padamu?" (Saya, 1). Don Juan tahu bahwa inilah masalahnya: dia ditempatkan dalam kondisi istimewa. Dan dia membuktikan dalam praktiknya pengamatan menyedihkan dari Sganarelle: “Ketika seorang bangsawan juga orang jahat, maka itu mengerikan" (I, 1). Namun, Moliere secara objektif mencatat dalam pahlawannya karakteristik budaya intelektual kaum bangsawan. Keanggunan, kecerdasan, keberanian, kecantikan - ini juga ciri-ciri Don Juan, yang tahu cara memikat tidak hanya wanita. Sganarelle, sosok polisemantik (dia sederhana dan cerdas), mengutuk tuannya, meskipun dia sering mengaguminya. Don Juan cerdas, pikirnya luas; dia adalah seorang skeptis universal, menertawakan segalanya - dan tentang cinta, dan tentang obat-obatan, dan tentang agama. Don Juan adalah seorang filsuf, pemikir bebas. Namun, ciri-ciri menarik dari Don Juan, dipadukan dengan keyakinannya akan haknya untuk menginjak-injak martabat orang lain, hanya menekankan vitalitas citra ini.
Hal utama bagi Don Juan, seorang wanita yang yakin, adalah keinginan akan kesenangan. Tidak ingin memikirkan kesialan yang menunggunya, dia mengakui: “Saya tidak bisa mencintai sekali, setiap objek baru membuat saya terpesona ... Tidak ada yang bisa menghentikan keinginan saya. Hatiku mampu mencintai seluruh dunia.” Sama seperti dia tidak memikirkan makna moral dari tindakannya dan konsekuensinya bagi orang lain. Molière menggambarkan dalam Don Juan salah satu pemikir bebas sekuler abad ke-17 yang membenarkan perilaku tidak bermoral mereka dengan filosofi tertentu: mereka memahami kesenangan sebagai kepuasan konstan dari hasrat sensual. Pada saat yang sama, mereka terang-terangan membenci gereja dan agama. Bagi Don Juan tidak ada akhirat, neraka, surga. Dia hanya percaya bahwa dua tambah dua sama dengan empat. Sganarelle secara akurat memperhatikan kedangkalan dari keberanian ini: "Ada bajingan seperti itu di dunia yang tidak bermoral karena tidak ada yang tahu mengapa dan membangun pemikir bebas dari diri mereka sendiri, karena mereka percaya bahwa itu cocok untuk mereka." Namun, kebebasan sekuler yang dangkal, yang begitu tersebar luas di Prancis pada tahun 1660-an, dalam Don Juan karya Moliere tidak mengecualikan pemikiran bebas filosofis yang sejati: seorang ateis yang yakin, ia sampai pada pandangan seperti itu melalui kecerdasan yang berkembang, terbebas dari dogma dan larangan. Dan ironisnya diwarnai logikanya dalam perselisihan dengan Sganarelle tema filosofis meyakinkan pembaca dan mendukungnya. Satu dari fitur yang menarik Ketulusan Don Juan tetap ada di sebagian besar drama. Dia bukan pemalu, dia tidak mencoba menggambarkan dirinya lebih baik dari dirinya, dan secara umum dia sedikit menghargai pendapat orang lain. Dalam adegan dengan pengemis (III, 2), mengejeknya sepuasnya, dia tetap memberinya emas "bukan demi Kristus, tapi karena filantropi". Namun, di babak kelima, perubahan mencolok terjadi padanya: Don Juan menjadi seorang munafik. Sganarelle yang sudah usang berseru dengan ngeri: "Pria yang luar biasa, pria yang luar biasa!" Kepura-puraan, topeng kesalehan yang dikenakan Don Juan, tidak lebih dari taktik yang menguntungkan; dia mengizinkannya untuk melepaskan diri dari situasi yang tampaknya tanpa harapan; berdamai dengan ayahnya, yang menjadi sandaran finansialnya, dengan aman menghindari duel dengan saudara laki-laki Elvira, yang ditinggalkan olehnya. Seperti banyak orang di lingkungan sosialnya, dia hanya berpenampilan sebagai orang yang baik. Dalam kata-katanya sendiri, kemunafikan telah menjadi "kejahatan istimewa yang modis", menutupi segala dosa, dan kejahatan yang modis dianggap sebagai kebajikan. Melanjutkan tema yang diangkat di Tartuffe, Moliere menunjukkan sifat umum kemunafikan, tersebar luas di berbagai kelas dan secara resmi didorong. Aristokrasi Prancis juga terlibat di dalamnya.
Menciptakan "Don Giovanni", Moliere tidak hanya mengikuti plot Spanyol kuno, tetapi juga metode membangun komedi Spanyol dengan pergantian adegan tragis dan komik, penolakan terhadap kesatuan waktu dan tempat, pelanggaran terhadap kesatuan. gaya bahasa(Pidato karakter di sini lebih individual daripada lakon lain oleh Molière). Struktur karakter protagonis juga lebih kompleks. Namun, terlepas dari penyimpangan parsial dari kanon ketat puisi klasisisme, Don Juan tetap, secara keseluruhan, komedi klasik, yang tujuan utamanya adalah memerangi kejahatan manusia, perumusan masalah moral dan sosial, gambar karakter umum dan tipikal.
Seorang borjuis kecil di kalangan bangsawan (1670) ditulis langsung atas perintah Louis XIV. Ketika pada tahun 1669, sebagai akibat dari kebijakan Colbert dalam menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi dengan negara-negara Timur, kedutaan Turki tiba di Paris, raja menerimanya dengan kemewahan yang luar biasa. Namun, orang Turki, dengan pengekangan Muslim mereka, tidak mengungkapkan kekaguman atas kemegahan ini. Raja yang tersinggung ingin melihat tontonan di atas panggung di mana orang bisa menertawakan upacara Turki. Begitulah dorongan eksternal untuk penciptaan lakon. Awalnya, Moliere muncul dengan adegan inisiasi yang disetujui oleh raja ke dalam martabat "mamamushi", yang kemudian berkembang menjadi seluruh plot komedi. Di tengahnya, dia menempatkan seorang pedagang yang berpikiran sempit dan sombong, yang dengan segala cara ingin menjadi seorang bangsawan. Ini membuatnya mudah percaya bahwa putra Sultan Turki itu konon ingin menikahi putrinya.
Di era absolutisme, masyarakat terbagi menjadi "pekarangan" dan "kota". Sepanjang abad ke-17 kita mengamati di "kota" ketertarikan konstan ke "pengadilan": membeli pos, properti tanah (yang didorong oleh raja, karena mengisi kembali perbendaharaan yang selalu kosong), menjilat, mengasimilasi sopan santun, bahasa dan adat istiadat yang mulia, itu borjuis mencoba untuk lebih dekat dengan mereka yang mereka pisahkan dari asal borjuis. Namun, kaum bangsawan, yang mengalami kemerosotan ekonomi dan moral, mempertahankan posisi istimewanya. Gengsinya, yang dibangun selama berabad-abad, kesombongannya, dan bahkan budaya eksternal, menaklukkan borjuasi, yang di Prancis belum mencapai kedewasaan dan belum mengembangkan kesadaran kelas. Mencermati hubungan antara kedua kelas ini, Moliere ingin menunjukkan kekuatan kaum bangsawan atas pikiran kaum borjuasi, yang didasarkan pada keunggulan budaya kaum bangsawan dan rendahnya perkembangan kaum borjuis; pada saat yang sama, dia ingin membebaskan kaum borjuis dari kekuatan ini, untuk menyadarkan mereka. Menggambarkan orang-orang dari kelas ketiga, kaum borjuis, Molière membagi mereka menjadi tiga kelompok: mereka yang dicirikan oleh patriarki, inersia, konservatisme; orang-orang dari tipe baru, memiliki rasa harga diri mereka sendiri, dan, akhirnya, mereka yang meniru bangsawan, yang berdampak buruk pada jiwa mereka. Di antara yang terakhir ini adalah protagonis dari The Tradesman in the Nobility, Mr. Jourdain.
Ini adalah pria yang sepenuhnya ditangkap oleh satu mimpi - menjadi seorang bangsawan. Kesempatan untuk mendekati orang-orang mulia adalah kebahagiaan baginya, semua ambisinya untuk mencapai kesamaan dengan mereka, seluruh hidupnya adalah keinginan untuk meniru mereka. Pikiran tentang bangsawan menguasai dirinya sepenuhnya, dalam kebutaan mentalnya ini, dia kehilangan semua gagasan yang benar tentang dunia. Dia bertindak tanpa alasan, merugikan dirinya sendiri. Dia mencapai dasar mental dan mulai malu pada orang tuanya. Dia dibodohi oleh semua orang yang mau; dia dirampok oleh guru musik, menari, anggar, filsafat, penjahit dan berbagai magang. Kekasaran, perilaku buruk, ketidaktahuan, vulgar bahasa dan perilaku Tuan Jourdain secara lucu kontras dengan klaimnya akan keanggunan dan kilau yang mulia. Tapi Jourdain menyebabkan tawa, bukan rasa jijik, karena, tidak seperti pemula serupa lainnya, dia tunduk pada bangsawan tanpa pamrih, karena ketidaktahuan, sebagai semacam mimpi keindahan.
Tuan Jourdain ditentang oleh istrinya, seorang perwakilan sejati dari borjuasi. Ini adalah wanita praktis yang masuk akal dengan harga diri. Dia berusaha sekuat tenaga untuk melawan kegilaan suaminya, klaimnya yang tidak pantas, dan yang terpenting, untuk membersihkan rumah dari tamu tak diundang yang hidup dari Jourdain dan mengeksploitasi sifat mudah tertipu dan kesombongannya. Tidak seperti suaminya, dia tidak menghormati gelar bangsawan dan lebih memilih untuk menikahkan putrinya dengan pria yang setara dengannya dan tidak akan meremehkan kerabat borjuis. Generasi muda - putri Jourdain, Lucille dan tunangannya Cleont - adalah tipe orang baru. Lucille menerima pendidikan yang baik, dia mencintai Cleont karena kebajikannya. Cleon itu mulia, tapi bukan karena asalnya, tapi karakter dan sifat moralnya: jujur, jujur, penyayang, dia bisa berguna bagi masyarakat dan negara.
Siapakah mereka yang ingin ditiru oleh Jourdain? Hitung Dorant dan Marchioness Dorimena - orang kelahiran bangsawan, mereka memiliki sopan santun, kesopanan yang menawan. Tapi hitungannya adalah petualang yang malang, penipu, siap melakukan kejahatan apa pun demi uang, bahkan menjadi calo. Dorimena, bersama Dorant, merampok Jourdain. Kesimpulan yang ditunjukkan oleh Molière kepada penonton sudah jelas: biarkan Jourdain menjadi cuek dan sederhana, biarkan dia menjadi konyol, egois, tetapi dia adalah orang yang jujur, dan tidak ada yang membencinya. Dalam istilah moral, Jourdain, yang mudah tertipu dan naif dalam mimpinya, lebih tinggi dari bangsawan. Jadi balet komedi, yang tujuan awalnya adalah untuk menghibur raja di kastilnya di Chambord, tempat dia pergi berburu, menjadi, di bawah pena Molière, sebuah karya sosial yang satir.
Dalam karya Molière, ada beberapa tema yang berulang kali ia angkat, kembangkan dan perdalam. Diantaranya adalah tema kemunafikan (“Tartuffe”, “Don Giovanni”, “Misanthrope”, “The Imaginary Sick”, dll.), tema pedagang di kalangan bangsawan (“School of Wives”, “George Danden” , “Pedagang bangsawan” ), tema keluarga, perkawinan, asuhan, pendidikan. Komedi pertama tentang hal ini, seperti yang kita ingat, adalah "The Ridiculous Pretenders", dilanjutkan di "School of Husbands" dan "School of Wives", dan diakhiri dengan komedi "Learned Women" (1672), yang mengolok-olok hasrat lahiriah untuk sains dan filosofi di salon Paris kedua setengah XVII V . Moliere menunjukkan bagaimana salon sastra sekuler berubah menjadi "akademi ilmiah", di mana kesombongan dan kesederhanaan dihargai, di mana mereka mencoba menutupi kevulgaran dan kemandulan pikiran dengan klaim atas kebenaran dan keanggunan bahasa (II, 6, 7; III, 2). Ketertarikan yang dangkal pada filosofi Plato atau mekanik Descartes mencegah wanita memenuhi tugas dasar langsung mereka sebagai istri, ibu, nyonya rumah. Molière melihat ini sebagai bahaya sosial. Dia menertawakan perilaku pahlawan wanita pseudo-ilmiahnya - Filamintha, Belize, Armande. Tapi dia mengagumi Henrietta, seorang wanita dengan pikiran jernih dan sama sekali tidak bodoh. Tentu saja, Moliere tidak mengolok-olok sains dan filsafat di sini, tetapi permainan sia-sia di dalamnya, yang merusak pandangan hidup yang praktis dan sehat.
Pantas saja Boileau yang sangat mengapresiasi karya Moliere menuduh temannya itu "terlalu populer". Karakter rakyat dari komedi Molière, yang memanifestasikan dirinya baik dalam konten maupun bentuknya, terutama didasarkan pada tradisi rakyat dari lelucon tersebut. Moliere mengikuti tradisi ini dalam karya sastra dan aktingnya, mempertahankan hasratnya pada teater demokrasi sepanjang hidupnya. Kebangsaan karya Molière juga dibuktikan dengan karyanya karakter rakyat. Ini adalah, pertama-tama, para pelayan: Mascaril, Sganarelle, Sozy, Scapin, Dorina, Nicole, Toinette. Dalam gambar mereka itulah yang diungkapkan Molière sifat karakter karakter nasional Prancis: keceriaan, keramahan, keramahan, kecerdasan, ketangkasan, kecakapan, akal sehat.
Selain itu, dalam komedinya, Molière menggambarkan petani dan kehidupan petani dengan simpati yang tulus (ingat adegan di desa dalam The Unwilling Doctor atau Don Juan). Bahasa komedi Moliere juga membuktikan kebangsaan mereka yang sebenarnya: sering kali berisi materi cerita rakyat - peribahasa, ucapan, kepercayaan, lagu daerah, yang menarik Molière dengan spontanitas, kesederhanaan, ketulusan ("Misanthrope", "Peserta bangsawan"). Molière dengan berani menggunakan dialektisme, folk patois (dialek), berbagai bahasa sehari-hari, belokan yang salah dari sudut pandang tata bahasa yang ketat. Kecerdasan, humor rakyat memberikan pesona unik pada komedi Molière.
Menggambarkan karya Molière, peneliti sering berargumen bahwa dalam karyanya ia "melampaui batas klasisisme". Dalam hal ini, mereka biasanya merujuk pada penyimpangan dari aturan formal puisi klasik (misalnya, dalam Don Juan atau beberapa jenis komedi lucu). Seseorang tidak bisa setuju dengan ini. Aturan untuk membangun komedi tidak ditafsirkan secara ketat seperti aturan tragedi, dan memungkinkan variasi yang lebih luas. Molière adalah komedian klasisisme yang paling signifikan dan paling khas. Berbagi prinsip klasisisme sebagai sistem artistik, Moliere membuat penemuan asli di bidang komedi. Ia menuntut untuk setia merefleksikan kenyataan, lebih memilih beralih dari pengamatan langsung terhadap fenomena kehidupan ke penciptaan karakter yang khas. Karakter-karakter ini di bawah pena penulis naskah memperoleh kepastian sosial; banyak dari pengamatannya ternyata bersifat profetik: seperti, misalnya, penggambaran kekhasan psikologi borjuis.
Satire dalam komedi Moliere selalu mengandung makna sosial. Komedian itu tidak melukis potret, tidak merekam fenomena realitas kecil. Ia menciptakan komedi yang menggambarkan kehidupan dan adat istiadat masyarakat modern, namun bagi Moliere pada hakikatnya adalah bentuk ekspresi protes sosial, tuntutan keadilan sosial.
Dasar dari pandangan dunianya terletak pada pengetahuan eksperimental, pengamatan konkret terhadap kehidupan, yang dia sukai daripada spekulasi abstrak. Dalam pandangannya tentang moralitas, Molière yakin bahwa hanya mengikuti hukum alam adalah kunci dari perilaku rasional dan moral seseorang. Tapi dia menulis komedi, artinya perhatiannya tertuju pada pelanggaran norma-norma kodrat manusia, penyimpangan dari naluri alamiah atas nama nilai-nilai yang dibuat-buat. Dua jenis "orang bodoh" digambarkan dalam komedinya: mereka yang tidak mengetahui sifat dan hukumnya (Moliere mencoba untuk mengajar dan menyadarkan orang-orang seperti itu), dan mereka yang dengan sengaja melumpuhkan sifat mereka sendiri atau orang lain (dia menganggap orang seperti itu berbahaya. dan membutuhkan isolasi). Menurut penulis drama, jika sifat seseorang diselewengkan, ia menjadi cacat moral; palsu, cita-cita palsu mendasari moralitas palsu dan sesat. Molière menuntut ketelitian moral yang sejati, batasan yang masuk akal dari individu; kebebasan individu baginya tidak secara membabi buta mengikuti panggilan alam, tetapi kemampuan untuk menundukkan kodratnya pada persyaratan pikiran. Oleh karena itu barang masuk akal dan masuk akal.
3. Karya Molière. Fitur genre karyanya. Tradisi dan inovasi.
Tradisi Komedi: Karnaval(asli, populer di kalangan masyarakat umum) dan dell arte(Italia, dipinjam). Komik dikaitkan dengan perubahan posisi atau lelucon. Tidak ada karakter. Tidak ada tempat. Secara umum, Moliere mencoba menggabungkan lelucon sebagai dasar minat penonton dan dell "arte, sebagai dasar dramaturgi. Dia menciptakan komedi dan komedi situasi tinggi. Dia juga menolak trinitas, tetapi ini tidak akurat.
Secara kronologis Molière (1622 - 1673) berdiri di antara Corneille dan Racine. Moliere (nama asli - Poquelin, mengubahnya agar tidak mempermalukan ayahnya dengan profesi aktingnya yang berdosa) menerima warisan, mencoba membuat teaternya sendiri, bangkrut. Dia juga berkuda selama 13 tahun dengan rombongan keliling. Di Paris, dia menemukan formula “mengajar sambil menghibur”. Yang merupakan prinsip yang benar-benar klasik.
Molière memulai dengan permainan yang sukses “Preciosa Lucu”.
Kualitas penting pertama dari dramaturgi Molière. Menulis tentang isu-isu topikal. Topikalitas di dell "arte berada di luar drama, di luar plot. Meskipun mereka pergi menonton dell" arte hanya demi dia. Bagi Molière, itu menjadi tema utama dan intrik utama.
Kualitas penting kedua. Sastra yang tepat adalah sejenis barok Prancis. Itu terletak pada banyaknya kata-kata manis. Dia memupuk kembali ke tradisi ksatria, dan secara umum citra seorang wanita pada umumnya. Di satu sisi, budaya ini masalah sosial, tetapi di sisi lain, Moliere melihat infleksi di sini (mereka mengatakan dalam bahasa tinggi tentang beberapa hal rendah, fi). DAN Moliere menentang fakta bahwa masalah presisi telah melampaui kemanfaatan. Secara umum, dia mengedepankan beberapa topik, tetapi mengkritik penggunaannya.
Molière menganalisis satu masalah dari sudut yang berbeda dalam tiga lakon yang ditulis berturut-turut: Tartuffe, Don Giovanni, Misanthrope.
“Tartuffe" (1664).
Lakon tersebut dilarang (karena citra Tartuffe yang munafik/tepat, yang diduga menyinggung gereja), Molière berusaha mengembalikan lakon tersebut ke panggung untuk waktu yang lama dan akhirnya berhasil.
Drama tersebut didasarkan pada konflik keluarga antara Orgon dan mamannya melawan Tatruff. Ada juga konflik cinta. Molière tidak menolak cerita komedi dell'Art dan menjalinnya ke dalam lakon Tartuffe menyatukan kedua konflik tersebut, meskipun dia tidak berpartisipasi dalam konflik itu sendiri, semuanya ada di sekitarnya. Ini bukan plot, tapi gambaran ideologis.
Gambar Tartuffe dibuat sebelum kemunculan Tartuffe (sebelum babak kedua). Untuk menghancurkannya pada akhirnya, tentu saja. Sebelum dia muncul seharusnya terlihat seperti pria kurus yang baik, tetapi kenyataannya dia adalah seorang yang montok dan munafik.
Sejak 1530, Prancis telah mengobarkan perang agama revolusioner. Baru-baru ini, Perang Agama Tiga Puluh Tahun. Sebagai bagian dari penentangan agama ini, biksu Tartuffe seharusnya dianggap baik, tetapi kenyataannya dia entah bagaimana tidak. Tartuffe mempromosikan asketisme kepada semua orang, meskipun dia justru sebaliknya. Moliere memainkan kontras ini, pada perbedaan antara kata dan perbuatan. Tartuffe adalah seorang munafik, tetapi Don Juan, misalnya, tidak. Tartuffe percaya bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk beradaptasi dengan kehidupan. Dan dia adalah seorang bhikkhu justru demi citra yang hidup. Karena itu topikal. Moliere tidak menentang cita-cita agama, tetapi melawan pendeta yang buruk dan fakta bahwa nilai menjadi objek yang dapat dimanipulasi.
Konteks sejarah: Absolutisme Prancis akhirnya terbentuk ketika Louis 14 menolak menteri. Ini didahului oleh seorang Fronde, yang mengatakan bahwa aristokrasi tertinggi berusaha mencegah absolutisme absolut ini. Sehingga Richelieu dan Mazarin bisa mempengaruhi beberapa keputusan. Semua ini dibarengi dengan perjuangan aktif internal antara Parlemen dan Ratu. Namun pada akhirnya, bagian depan menghilang. Salah satu tokoh terkemuka adalah Pangeran Condé, yang dikenal licik. Ketika perlu, dia menggambarkan dunia, ketika tidak perlu, dia meludahi segalanya, hingga bergabung dengan tentara Spanyol, yaitu pengkhianatan politik.
Pelanggaran norma klasik yang pertama adalah pemilihan kelas atas sebagai pahlawan komedi. Pada akhirnya bahkan raja (!) muncul.
Pelanggaran kedua - dua alur cerita, kesatuan aksi tidak dipertahankan.
Pelanggaran ketiga adalah genre low comedy ditulis dalam bentuk sajak, bukan prosa.
Trik komedi:
Peran dramatis yang menentukan dalam konflik cinta dimainkan oleh pembantu Dorina - tradisi dell "arte.
Menguping (Dorina langsung, Doris dari lemari dan Orgon di bawah meja - variasi Molière).
Perangkat lucu potensial seperti perkelahian ditampilkan sebagai isyarat perkelahian. Dia membuat mereka lebih estetis dapat diterima oleh audiens yang tinggi.
Molière menciptakan komedi tinggi dan menambahkan karakter ke dalamnya. Ternyata jenis komedi baru - komedi karakter. Molière mengembalikan konten komedi aslinya.
“Don Juan" (1665) dan "The Misanthrope" (1666).
Penting untuk membedakan generasi.
“Menjadi bangsawan saja tidak cukup, Anda perlu membenarkan gelar ini dengan sifat-sifat bajik” (c) Don Luis - ayah.
“Kamu harus hidup seperti yang kamu inginkan” (c) Don Juan adalah seorang putra.
Berbeda dengan Tartuffe, hero tidak bisa dibagi menjadi positif dan negatif. Karena karakter mengandaikan adanya sifat ini dan itu. Cleanthe dan Tartuffe dapat dianggap protagonis dan antagonis pada level ide. Di The Misanthrope, ini adalah Alceste dan Célimène. Resonator - filint. Philintus, teman Alceste, adalah "makna emas" antara Alceste (sinis) yang "jahat" dan Orontes (penyair yang lembut) yang "baik". (Kedua pria muda itu jatuh cinta dengan gadis yang sama - Célimène, tetapi pandangan dunia Alceste tidak mengizinkannya untuk tinggal bersamanya di Paris di tengah suasana pengadilan yang penuh kebohongan, kemunafikan, dan sanjungan.)
Tidak ada antagonis di Don Juan. Tidak ada, kecuali final, tidak ada yang bertentangan dengan kehidupan yang baik dari Don Juan. Ini lebih seperti serangkaian adegan tentang kehidupannya yang baik. Tidak ada posisi resonansi, kecuali monolog paus, yang bahkan tidak mengubah apapun. Upaya Sganarelle untuk menjadi pemikir gagal karena dia mirip Tartuffe. Dan pikirannya ditentukan oleh tatapan ketat Don Juan. Karakteristik sistem nilai komedi klasik kabur. Don Juan adalah perasaan 100%, dia tidak membangun apapun dari dirinya sendiri, dia melakukan apa yang dia inginkan. Tartuffe berpura-pura menjadi pendeta yang baik dan melakukan apa yang diinginkannya. Tujuannya adalah penutup. Alceste menyarankan untuk menempatkan tujuan yang baik di garis depan. Dan Alceste gagal sedikit.
Kesimpulan Sangat Cerdas: Tartuffe menggunakan nilai-nilai moral, Don Juan tidak menerimanya dalam hidupnya, Alceste akan mempertahankannya sampai akhir. Moliere menunjukkan model dan opsi untuk berurusan dengan nilai, tetapi tidak mengatakan apa yang harus dilakukan dengannya.
Komedi Molière
Jean-Baptiste Poquelin (Molière) (1622-1673) adalah orang pertama yang membuat komedi terlihat seperti genre yang setara dengan tragedi. Dia mensintesis pencapaian komedi terbaik dari Aristophanes hingga komedi klasisisme kontemporer, termasuk pengalaman Cyrano de Bergerac, yang sering disebut oleh para ilmuwan di antara pencipta langsung dari contoh pertama komedi nasional Prancis.
Kehidupan dan jalur kreatif Molière sudah cukup dipelajari. Diketahui bahwa calon komedian lahir di keluarga seorang pelapis istana. Namun, dia tidak ingin mewarisi bisnis ayahnya, menolak hak istimewa yang sesuai pada tahun 1643.
Berkat kakeknya, bocah lelaki itu mengenal teater lebih awal. Jean Baptiste sangat menyukainya dan bercita-cita menjadi seorang aktor. Setelah lulus dari sekolah Jesuit di Clermont (1639) dan menerima diploma pengacara pada tahun 1641 di Orleans, pada tahun 1643 ia mengorganisir rombongan Teater Brilliant, yang mencakup teman-teman dan rekannya selama bertahun-tahun - Mademoiselle Madeleine Bejart, Mademoiselle Dupary, Mademoiselle Debry dan yang lain. Memimpikan karir sebagai aktor tragis, Poquelin muda mengambil nama Molière sebagai nama samaran teater. Namun, sebagai aktor tragis, Moliere tidak terjadi. Setelah serangkaian kemunduran pada musim gugur 1645, Brilliant Theatre ditutup.
Tahun 1645-1658 adalah tahun pengembaraan rombongan Molière di provinsi Prancis, memperkaya penulis naskah dengan kesan dan pengamatan yang tak terlupakan tentang kehidupan. Dalam perjalanannya, lahirlah komedi-komedi pertama yang tulisannya langsung mengungkap bakat Moliere sebagai pelawak hebat masa depan. Di antara eksperimen sukses pertamanya adalah "Naughty, or Everything at random" (1655) dan "Love Annoyance" (1656).
1658 - Molière dan rombongannya kembali ke Paris dan bermain di hadapan raja. Louis XVI mengizinkan mereka untuk tinggal di Paris dan menunjuk saudara laki-lakinya sebagai pelindung rombongan tersebut. Rombongan diberi bangunan Istana Petit Bourbon.
Sejak 1659, dengan produksi "The Ridiculous Pretenders", kejayaan penulis naskah Molière sebenarnya dimulai.
Dalam kehidupan Molière, sang komedian, ada pasang surut. Terlepas dari semua kontroversi seputar kehidupan pribadinya dan hubungannya dengan pengadilan, minat terhadap ciptaannya tetap tidak luntur, yang menjadi semacam kriteria kreativitas tinggi untuk generasi selanjutnya, seperti "School of Husbands" (1661), " School of Wives" (1662), "Tartuffe" (1664), "Don Giovanni, atau Tamu Batu" (1665), "The Misanthrope" (1666), "The Reluctant Doctor" (1666), "The Tradesman in the Bangsawan" (1670) dan lain-lain.
Mempelajari tradisi Moliere dalam karya penulis abad lain, para ilmuwan seperti, misalnya, S. Mokulsky, G. Boyadzhiev, J. Bordonov, R. Brae, mencoba mengungkap fenomena Moliere, sifat dan isi dari lucu dalam karyanya. E. Faguet berargumen: "Moliere adalah rasul dari "akal sehat", yaitu, pandangan publik yang diterima secara umum, yang dia miliki di depan matanya dan yang ingin dia senangkan." Ketertarikan pada Molière juga tidak melemah dalam kritik sastra modern. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul karya yang ditujukan tidak hanya untuk masalah di atas, tetapi juga untuk masalah romantisasi konflik klasik (A. Karelsky), menilai teater Molière dalam konsep M. Bulgakov (A. Grubin).
Dalam karya Molière, komedi diterima pengembangan lebih lanjut seperti genre. Bentuk-bentuk seperti komedi "tinggi", komedi- "sekolah" (istilah N. Erofeeva), balet komedi dan lain-lain dibentuk. G. Boyadzhiev dalam buku "Molière: Cara Sejarah Pembentukan Genre Komedi Tinggi" menunjukkan bahwa norma-norma genre baru muncul ketika komedi mendekati kenyataan dan, sebagai hasilnya, memperoleh masalah yang ditentukan oleh masalah sosial yang ada secara objektif. dalam realitas itu sendiri. Berdasarkan pengalaman para empu kuno, commedia dell'arte dan farce, komedi klasik, menurut ilmuwan, diterima perkembangan yang lebih tinggi di Moliere.
Moliere menguraikan pandangannya tentang teater dan komedi dalam drama polemik Critique of the School for Wives (1663), Impromptu of Versailles (1663), dalam Kata Pengantar Tartuffe (1664) dan lain-lain. Prinsip utama estetika pengarang adalah “mengajar sambil menghibur”. Berdiri untuk refleksi sejati realitas dalam seni, Molière bersikeras pada persepsi yang bermakna aksi teatrikal, subjek yang paling sering dia pilih situasi, fenomena, karakter yang paling khas. Pada saat yang sama, penulis naskah berbicara kepada para kritikus dan penonton: “Jangan menerima apa yang melekat pada setiap orang, dan kami akan mengambil sebanyak mungkin manfaat dari pelajaran, tanpa menunjukkan itu kita sedang berbicara tentang kami".
Bahkan dalam karya-karya awal Moliere, menurut G. Boyadzhiev, "memahami perlunya mentransfer pahlawan romantis ke dunia orang biasa." Karenanya plot "Funny Pretenders", "School of Wives", "School of Husbands" dan termasuk "Tartuffe".
Sejalan dengan perkembangan genre komedi "tinggi" dalam karya Molière, sebuah "sekolah" komedi sedang dibentuk. Ini sudah dibuktikan dengan "Funny coynesses" (1659). Dalam lakon itu, penulis naskah beralih ke analisis norma-norma selera aristokrat pada contoh spesifik, dalam menilai norma-norma ini, dengan fokus pada selera masyarakat yang alami dan sehat, oleh karena itu, ia paling sering beralih ke pengalaman hidupnya dan berbicara dengannya. pengamatan dan komentar paling tajam untuk parter.
Secara umum, konsep "kebajikan" menempati tempat penting dalam estetika Moliere. Di depan para pencerahan, penulis naskah mengangkat pertanyaan tentang peran moralitas dan moralitas dalam mengatur kehidupan pribadi dan publik seseorang. Paling sering, Moliere menggabungkan kedua konsep tersebut, menuntut untuk menggambarkan adat istiadat tanpa menyentuh kepribadian. Namun, ini tidak bertentangan dengan tuntutannya untuk menggambarkan orang dengan benar, menulis "dari kehidupan". Kebajikan selalu menjadi cerminan moralitas, dan moralitas telah menjadi konsep umum dari paradigma moral masyarakat. Pada saat yang sama, kebajikan sebagai sinonim dari moralitas menjadi kriteria, jika tidak indah, maka baik, positif, patut dicontoh, dan karenanya bermoral. Dan humor Moliere juga sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan kebajikan dan komponennya: kehormatan, martabat, kesopanan, kehati-hatian, kepatuhan, dan sebagainya, yaitu kualitas yang menjadi ciri pahlawan yang positif dan ideal.
Penulis drama mengambil contoh positif atau negatif dari kehidupan, menunjukkan di atas panggung situasi, kecenderungan sosial, dan karakter yang lebih khas daripada rekan penulisnya. Inovasi Molière dicatat oleh G. Lanson, yang menulis: “Tidak ada kebenaran tanpa komedi, dan hampir tidak ada komedi tanpa kebenaran: inilah formula Molière. Komik dan kebenaran disarikan dari Molière dari sumber yang sama, yaitu dari pengamatan tipe manusia.
Seperti Aristoteles, Molière memandang teater sebagai "cermin" masyarakat. Dalam komedi-“sekolah”, ia mengkonsolidasikan “efek keterasingan” Aristophanes melalui “efek pembelajaran” (istilah N. Erofeeva), yang dikembangkan lebih lanjut dalam karya penulis naskah.
Pertunjukan - suatu bentuk tontonan - disajikan sebagai alat didaktik bagi penonton. Dia seharusnya membangkitkan kesadaran, kebutuhan untuk berdebat, dan dalam perselisihan, seperti yang Anda tahu, kebenaran lahir. Penulis drama secara konsisten (tetapi secara tidak langsung) menawarkan kepada setiap penonton sebuah "situasi cermin", di mana yang biasa, akrab, dan sehari-hari dianggap seolah-olah dari luar. Beberapa varian dari situasi seperti itu diasumsikan: persepsi biasa; pergantian tindakan yang tidak terduga, ketika yang akrab dan dapat dimengerti menjadi asing; munculnya serangkaian tindakan yang menduplikasi situasi, menyoroti kemungkinan konsekuensi dari situasi yang disajikan, dan, akhirnya, akhir, pilihan yang harus didekati oleh pemirsa. Selain itu, akhir dari komedi adalah salah satu yang mungkin, meskipun diinginkan oleh penulisnya. Tidak diketahui bagaimana situasi kehidupan nyata yang dimainkan di atas panggung akan dievaluasi. Moliere menghormati pilihan setiap penonton, pendapat pribadinya. Tokoh-tokoh tersebut diteruskan melalui serangkaian pelajaran moral, filosofis, dan psikologis, yang memberikan plot konten akhir, dan plot itu sendiri, sebagai pembawa informasi, menjadi kesempatan untuk percakapan substantif dan analisis situasi atau fenomena tertentu di nyawa orang. Baik dalam komedi "tinggi" maupun dalam komedi "sekolah", prinsip didaktik klasisisme terwujud sepenuhnya. Namun, Molière melangkah lebih jauh. Menyapa penonton di akhir drama berarti undangan untuk berdiskusi, dan kami melihat ini, misalnya, di The School of Husbands, ketika Lisette, beralih ke kios, mengatakan kata demi kata berikut:
Anda, jika Anda mengenal suami manusia serigala, Kirimkan mereka setidaknya ke sekolah kami.
Undangan "ke sekolah kami" menghilangkan didaktisisme sebagai garis antara penulis-guru dan penonton-siswa. Penulis naskah tidak memisahkan dirinya dari penonton. Dia berfokus pada frasa "kepada kami". Dalam komedi, Moliere sering menggunakan kemungkinan kata ganti semantik. Jadi, Sganarelle, meskipun dia yakin bahwa dia benar, dengan bangga mengatakan kepada saudaranya "pelajaran saya", tetapi begitu dia merasa cemas, dia segera memberi tahu Arist tentang "konsekuensi" dari "pelajaran kita".
Dalam menciptakan "School of Husbands", Molière mengikuti Gessendy, yang menegaskan keunggulan pengalaman di atas logikaisasi abstrak, dan Terence, yang komedi "Brothers"-nya memecahkan masalah pendidikan sejati. Di Molière, seperti di Terence, dua bersaudara berdebat tentang isi pendidikan. Perselisihan berkobar antara Arist dan Sganarelle tentang bagaimana dan dengan cara apa mencapai pendidikan yang baik bagi Leonora dan Isabella untuk menikahkan mereka di masa depan dan bahagia.
Ingatlah bahwa konsep "l "? pendidikan" - "asuhan, pendidikan" - muncul dalam kamus sekuler orang Eropa dari abad ke-15. Itu berasal dari bahasa Latin educatio dan menunjukkan proses dan cara memengaruhi seseorang dalam proses pendidikan, pengasuhan Kami mengamati kedua konsep dalam komedi " School of Husbands". Titik awal yang menentukan esensi perselisihan antara saudara adalah dua adegan - yang kedua di babak pertama dan yang kelima di babak kedua.
Mengenai masalah perselisihan, Molière adalah orang pertama yang mengizinkan Ariste untuk berbicara. Dia lebih tua dari Sganarelle, tetapi lebih mampu mengambil risiko, menganut pandangan progresif tentang pendidikan, memungkinkan Leonora beberapa kebebasan, seperti mengunjungi teater, bola. Dia yakin bahwa muridnya harus melalui "sekolah sekuler". "Sekuler sekuler" lebih berharga daripada peneguhan, karena pengetahuan yang diperoleh di dalamnya diuji oleh pengalaman. Kepercayaan yang dibangun di atas kewajaran harus memberikan hasil yang positif. Dengan melakukan itu, Moliere menghancurkan gagasan tradisional tentang wali konservatif tua. Adik laki-laki Arista Sganarelle ini ternyata sangat konservatif. Menurutnya, pendidikan pertama-tama adalah ketelitian, kontrol. Kebajikan dan kebebasan tidak bisa sejalan. Sganarelle membacakan notasi untuk Isabella dan dengan demikian menginspirasi dalam dirinya keinginan untuk menipunya, meskipun keinginan ini tidak diungkapkan secara terbuka oleh gadis itu. Penampilan Valera adalah sedotan yang diraih Isabella dan menghindari walinya. Seluruh paradoks terletak pada kenyataan bahwa wali muda tidak dapat memahami kebutuhan murid muda tersebut. Bukan kebetulan bahwa di bagian akhir komik diganti dengan yang dramatis. “Pelajaran” yang disampaikan oleh Isabella kepada wali cukup wajar: seseorang harus dipercaya, keinginannya harus dihormati, jika tidak, protes tumbuh, dalam berbagai bentuk.
Semangat libertinage tidak hanya menentukan tindakan Isabella, tetapi juga perilaku Aristo dan Leonora. Seperti Terentius, Moliere menggunakan “liberalitas” tidak seperti di Zaman Keemasan - “liberalis” - “dermawan”, tetapi dalam arti “artes liberales, homo liberalis” - yang perilakunya layak menyandang gelar orang merdeka, mulia (Z. Korsh).
Ide pendidikan ideal Sganarelle hancur. Alhasil, Leonora ternyata berbudi luhur, karena perilakunya dibimbing oleh rasa syukur. Hal utama untuk dirinya sendiri, dia mendefinisikan ketaatan kepada wali, yang kehormatan dan martabatnya dia hormati dengan tulus. Namun, Molière juga tidak mengutuk ulah Isabella. Itu menunjukkan kebutuhan alaminya akan kebahagiaan dan kebebasan. Satu-satunya cara untuk mencapai kebahagiaan dan kebebasan bagi seorang gadis adalah tipu daya.
Bagi penulis naskah, kebajikan adalah hasil akhir dari proses pendidikan bagian yang tidak terpisahkan rantai konsep "sekolah" - "pelajaran" - "pendidikan (asuhan)" - "sekolah". Ada hubungan langsung antara judul dan akhir cerita. "Sekolah" yang dibicarakan Lisette di akhir drama adalah kehidupan itu sendiri. Penting untuk menguasai norma dan aturan perilaku tertentu, keterampilan komunikasi agar selalu menjadi orang yang dihormati. Ini dibantu oleh "pelajaran sekolah sekuler" yang telah teruji praktik. Mereka didasarkan pada konsep universal tentang kebaikan dan kejahatan. Pendidikan dan kebajikan tidak bergantung pada usia, tetapi pada pandangan hidup seseorang. Masuk akal dan egois tidak cocok. Keegoisan membawa dampak negatif. Ini sepenuhnya dibuktikan dengan perilaku Sganarelle. Pelajaran tersebut muncul tidak hanya sebagai dasar dari struktur lakon lakon, tetapi juga sebagai hasil dari pelatihan karakter di "sekolah komunikasi manusia".
Sudah di "sekolah" komedi pertama Moliere menemukan pandangan baru tentang etika masyarakat kontemporernya. Dalam menilai realitas, penulis naskah dipandu oleh analisis kehidupan yang rasionalistik, memeriksa contoh-contoh spesifik dari situasi dan karakter yang paling khas.
Dalam The School for Wives, fokus utama penulis drama adalah pada "pelajaran". Kata "pelajaran" digunakan tujuh kali di semua adegan kunci komedi. Dan ini bukan kebetulan. Moliere lebih jelas mendefinisikan subjek analisis - perwalian. Tujuan dari komedi ini adalah untuk memberikan nasehat kepada semua wali yang telah melupakan usia, tentang kepercayaan, tentang kebajikan sejati, yang menjadi dasar perwalian pada umumnya.
Saat aksi berkembang, kami mengamati bagaimana konsep "pelajaran" berkembang dan semakin dalam, serta situasi itu sendiri, yang akrab bagi pemirsa dari kehidupan sehari-hari. Perwalian memperoleh ciri-ciri fenomena yang berbahaya secara sosial. Sebagai konfirmasi atas hal ini, rencana egois Arnolf terdengar, untuk mencapainya, dengan menyamar sebagai orang yang berbudi luhur, dia siap memberikan pendidikan yang terfokus secara sempit kepada Agnes, membatasi haknya sebagai pribadi. Untuk muridnya, Arnolf memilih posisi pertapa. Ini membuat hidupnya bergantung sepenuhnya pada kehendak wali. Kebajikan, yang sering dibicarakan Arnolf, sebenarnya menjadi sarana untuk memperbudak orang lain. Dari konsep "kebajikan", wali hanya tertarik pada komponen seperti kepatuhan, pertobatan, kerendahan hati, dan keadilan serta belas kasihan diabaikan begitu saja oleh Arnolf. Ia yakin sudah menyukai Agnes, yang tak segan-segan ia ingatkan dari waktu ke waktu. Dia menganggap dirinya berhak menentukan nasib gadis itu. Di latar depan adalah disonansi etis dalam hubungan karakter, yang secara objektif menjelaskan akhir dari komedi tersebut.
Dalam perkembangan aksinya, penonton memahami arti kata "pelajaran" sebagai konsep etika. Pertama-tama, sebuah "instruksi pelajaran" dikembangkan. Jadi, Georgette, yang menyukai pemiliknya, meyakinkannya bahwa dia akan mengingat semua pelajarannya. Pelaksanaan pelajaran yang ketat, yaitu instruksi, aturan, membutuhkan Arnolf dari Agnes. Dia bersikeras agar dia menghafal aturan kebajikan: "Kamu harus mempelajari pelajaran ini dengan hatimu." Instruksi pelajaran, tugas, contoh untuk diikuti - tentu saja, sedikit dipahami oleh seorang anak muda yang tidak tahu bagaimana bisa sebaliknya. Dan bahkan ketika Agnes menolak pelajaran dari wali, dia tidak sepenuhnya menyadari protesnya.
Aksi tersebut memuncak pada babak kelima. Kejutan menentukan adegan terakhir, yang utamanya adalah celaan Agnes, yang diungkapkan kepada wali: “Dan kamu adalah pria yang mengatakan bahwa dia ingin mengambilku sebagai istrinya. Saya mengikuti pelajaran Anda, dan Anda mengajari saya menikah untuk menghapus dosa. Pada saat yang sama, "pelajaran Anda" tidak lagi hanya menjadi instruksi pelajaran. Dalam kata-kata Agnes - tantangan bagi wali, yang merampas pendidikan normal dan masyarakat sekuler. Namun, pernyataan Agnes mengejutkan hanya Arnolf. Penonton menyaksikan protes ini secara bertahap tumbuh. Kata-kata Agnes mengarah pada pemahaman tentang pelajaran moral yang diterima gadis itu dalam kehidupan.
Arnolf juga menerima pelajaran moral yang erat kaitannya dengan “pelajaran peringatan”. Pelajaran di babak pertama ini diajarkan oleh teman Arnolf, Chrysald. Dalam percakapan dengan Arnolf, dia, mengolok-olok seorang teman, menggambar seorang suami yang tidak setia. Arnolf takut menjadi suami seperti itu. Ia bukan lagi seorang pemuda bujangan yang keras yang memutuskan menikah, berharap bisa terhindar dari nasib banyak suami, yang banyak diberikan pengalaman hidupnya contoh yang baik dan dia bisa menghindari kesalahan. Namun, rasa takut menodai kehormatan berubah menjadi nafsu. Ia juga didorong oleh keinginan Arnolf untuk mengisolasi Agnes dari kehidupan sekuler yang menurutnya penuh dengan godaan berbahaya. Arnolf mengulangi kesalahan Sganarelle, dan "pelajaran peringatan" berbunyi untuk semua wali yang terlupakan.
Terakhir, diperjelas juga nama komedi yang berperan baik sebagai subjek (perwalian) maupun sebagai metode pengajaran, mengingatkan pada hukum Alam, yang tidak dapat ditolak, dan juga terdengar seperti nasihat, peringatan bagi para suami yang , seperti Arnolf, berani melanggar hak asasi manusia atas kebebasan dan pilihan bebas. "Sekolah" kembali muncul sebagai sistem metode kehidupan, perkembangan yang benar yang melindungi seseorang dari situasi dan drama yang konyol.
Menyimpulkan hasil pertama, kita dapat mengatakan bahwa sudah dalam karya Molière, "sekolah" komedi sebagai bentuk genre dikembangkan secara aktif. Tugasnya mendidik masyarakat. Namun, pendidikan ini, berbeda dengan dramaturgi moralistik, tidak memiliki didaktisisme terbuka, didasarkan pada analisis rasionalistik yang bertujuan mengubah gagasan tradisional pemirsa. Pendidikan bukan hanya proses di mana pandangan dunia penonton berubah, tetapi juga sarana untuk mempengaruhi kesadarannya dan kesadaran masyarakat secara keseluruhan.
Para pahlawan "sekolah" komedi adalah contoh paling khas dari hasrat, karakter, atau fenomena dalam kehidupan sosial. Mereka menjalani serangkaian pelajaran moral, ideologis, dan bahkan psikologis, menguasai keterampilan komunikasi tertentu, yang lambat laun membentuk sistem baru konsep etika memaksa persepsi yang berbeda dari dunia sehari-hari. Pada saat yang sama, "pelajaran" dalam "sekolah" komedi terungkap di hampir semua makna leksikal yang mapan secara historis - dari "tugas" hingga "kesimpulan". Kemanfaatan moral dari tindakan seseorang mulai menentukan kegunaannya dalam kehidupan. keluarga individu dan bahkan seluruh masyarakat.
Konsep utama komedi- "sekolah" menjadi "kebajikan". Moliere mengaitkannya terutama dengan moralitas. Penulis naskah memperkenalkan konten "kebajikan" konsep-konsep seperti "rasionalitas", "kepercayaan", "kehormatan", "pilihan bebas". "Kebajikan" juga bertindak sebagai kriteria "cantik" dan "jelek" dalam tindakan orang, sebagian besar menentukan ketergantungan perilaku mereka pada lingkungan sosial. Dalam hal ini Molière berada di depan para pencerahan.
Situasi "cermin" membantu mengatasi dogmatisme pandangan dunia biasa dan melalui metode "alienasi" untuk mencapai "efek pembelajaran" yang diinginkan. Sebenarnya aksi panggung hanya menggambar model perilaku sebagai contoh yang jelas untuk analisis rasionalistik oleh pemirsa realitas.
Komedi Molière sangat erat kaitannya dengan kehidupan. Karena itu, seringkali ada unsur dramatis di dalamnya. Pembawanya adalah karakter yang, pada umumnya, mewujudkan kualitas pribadi tertentu dalam karakternya yang bertentangan dengan norma yang diterima secara umum. Konflik sosial yang serius sering terdengar di atas panggung. Dalam keputusan mereka, tempat khusus diberikan kepada karakter yang berasal dari sederhana - pelayan. Mereka juga bertindak sebagai pembawa prinsip-prinsip kehidupan sosial yang sehat. A. S. Pushkin menulis: "Mari kita perhatikan bahwa komedi tinggi tidak hanya didasarkan pada tawa, tetapi pada pengembangan karakter, dan sering kali mendekati tragedi." Pernyataan ini dapat sepenuhnya dikaitkan dengan komedi- “sekolah”, yang berkembang dalam karya Molière secara paralel dengan komedi “tinggi”.
Moliere klasik menentang keangkuhan dan ketidakwajaran teater klasik. Karakternya berbicara dalam bahasa biasa. Sepanjang kehidupan kreatifnya, penulis drama mengikuti permintaannya untuk mencerminkan kehidupan dengan jujur. Pembawa akal sehat biasanya adalah karakter muda. Kebenaran hidup terungkap melalui benturan para pahlawan tersebut dengan tokoh satir utama, serta melalui totalitas benturan dan hubungan antar tokoh dalam komedi.
Menyimpang dalam banyak hal dari norma-norma klasik yang ketat, Moliere tetap berada dalam kerangka sistem artistik ini. Tulisan-tulisannya berjiwa rasionalistik; semua karakternya satu baris, tanpa detail dan detail sejarah tertentu. Namun, gambar komiknya yang menjadi cerminan nyata dari proses yang terkait dengan tren utama perkembangan masyarakat Prancis di paruh kedua abad ke-17.
Ciri-ciri komedi "tinggi" paling jelas terlihat dalam lakon terkenal "Tartuffe". A. S. Pushkin, membandingkan karya Shakespeare dan Moliere, mencatat: “Wajah yang diciptakan oleh Shakespeare bukanlah, seperti wajah Moliere, jenis hasrat ini dan itu, sifat buruk ini dan itu; tetapi makhluk hidup, dipenuhi dengan banyak nafsu, banyak sifat buruk; keadaan berkembang di hadapan penonton karakter mereka yang beragam dan beraneka segi. Molière itu pelit - dan hanya di Shakespeare Shylock yang pelit, cerdas, pendendam, penyayang anak, jenaka. Di Molière, orang munafik menyeret istri dermawannya, orang munafik, menerima warisan untuk dilestarikan, orang munafik; meminta segelas air, orang munafik." Kata-kata Pushkin menjadi buku teks, karena dengan sangat akurat menyampaikan esensi karakter tokoh sentral lakon tersebut, yang menentukan tahapan baru dalam perkembangan komedi nasional Prancis.
Drama tersebut pertama kali dipresentasikan di sebuah festival di Versailles pada 12 Mei 1664. “Komedi tentang Tartuffe dimulai dengan antusiasme umum dan perhatian yang baik, yang segera menimbulkan keheranan terbesar. Di akhir babak ketiga, penonton tidak lagi tahu harus berpikir apa, dan beberapa pemikiran muncul bahwa mungkin Monsieur de Molière sedang tidak waras. Beginilah cara M.A. Bulgakov menggambarkan reaksi penonton terhadap pertunjukan tersebut. Menurut memoar orang-orang sezaman dan dalam penelitian Sastra XVII abad, termasuk sejarah teater, tercatat bahwa lakon itu langsung menimbulkan skandal. Itu diarahkan terhadap Jesuit "Society of Holy Gifts", yang berarti Molière menyerang area hubungan yang dilarang untuk semua orang, termasuk raja sendiri. Atas desakan Kardinal Hardouin de Beaumont de Perefix dan di bawah serangan para anggota istana yang marah, Tartuffe dilarang tampil. Selama beberapa tahun, penulis naskah itu mengerjakan ulang komedi: dia menghapus kutipan dari Injil dari teks, mengubah bagian akhir, melepas pakaian gereja dari Tartuffe dan menampilkannya hanya sebagai orang yang saleh, dan juga melembutkan momen-momen tertentu dan memaksa Cleante untuk mengucapkan monolog. tentang orang-orang yang benar-benar saleh. Setelah satu produksi dalam bentuk revisi pada tahun 1667, drama tersebut akhirnya kembali ke panggung hanya pada tahun 1669, yaitu setelah kematian ibu raja, seorang Katolik yang fanatik.
Jadi, lakon itu ditulis sehubungan dengan peristiwa-peristiwa tertentu dalam kehidupan sosial Prancis. Mereka didandani oleh Molière dalam bentuk komedi neo-Loteng. Bukan kebetulan bahwa karakter tersebut memiliki nama kuno - Orgon, Tartuffe. Penulis drama pertama-tama ingin mengolok-olok anggota "Society of Holy Gifts", yang mendapat untung dari kepercayaan sesama warga negara mereka. Di antara penginspirasi utama "Masyarakat" adalah ibu dari raja. Inkuisisi tidak segan-segan memperkaya dirinya sendiri dengan kecaman terhadap orang Prancis yang mudah tertipu. Namun, komedi itu berubah menjadi kecaman terhadap kesalehan Kristen, dan tokoh sentral Tartuffe menjadi kata rumah tangga untuk seorang fanatik dan munafik.
Citra Tartuffe dibangun di atas kontradiksi antara perkataan dan perbuatan, antara penampilan dan esensi. Dengan kata lain, dia "mencambuk semua hal yang berdosa di depan umum" dan hanya menginginkan "apa yang diinginkan surga". Tapi nyatanya, dia melakukan segala macam keburukan dan kekejaman. Dia terus-menerus berbohong, mendorong Orgon untuk melakukan perbuatan buruk. Jadi, Orgon mengusir putranya dari rumah karena Damis menentang pernikahan Tartuffe dengan Mariana. Tartuffe menuruti kerakusan, melakukan pengkhianatan dengan secara curang mengambil sumbangan milik dermawannya. Pembantu Dorina mencirikan "santo" ini sebagai berikut:
... Tartuffe adalah seorang pahlawan, seorang idola. Dunia harus mengagumi kebajikannya; Perbuatannya ajaib, Dan apapun yang dia katakan adalah penghakiman dari surga. Tapi, melihat orang bodoh seperti itu, Dia membodohinya dengan permainannya tanpa akhir; Dia menjadikan kemunafikan sebagai sumber keuntungan Dan dia mempersiapkan untuk mengajari kita selama kita masih hidup.
Jika kita menganalisis dengan cermat tindakan Tartuffe, kita akan menemukan bahwa ketujuh dosa mematikan itu ada. Pada saat yang sama, metode yang digunakan Molière dalam membangun citra tokoh sentral juga khas.
Citra Tartuffe dibangun hanya di atas kemunafikan. Kemunafikan dinyatakan melalui setiap kata, perbuatan, gerak tubuh. Tidak ada ciri lain dalam karakter Tartuffe. Moliere sendiri menulis bahwa dalam gambar ini, dari awal hingga akhir, Tartuffe tidak mengucapkan sepatah kata pun yang tidak menggambarkan orang jahat kepada penonton. Menggambar karakter ini, penulis drama juga menggunakan hiperbolisasi satir: Tartuffe sangat saleh sehingga ketika dia menghancurkan kutu saat berdoa, dia meminta maaf kepada Tuhan karena telah membunuh makhluk hidup.
Untuk menonjolkan awal yang sok suci di Tartuffe, Molière membuat dua adegan secara berurutan. Yang pertama, "orang suci" Tartuffe, karena malu, meminta pelayan Dorina untuk menutupi belahan dadanya, tetapi setelah beberapa saat dia berusaha merayu istri Orgon, Elmira. Kekuatan Molière ada pada apa yang dia tunjukkan - moralitas Kristiani, kesalehan tidak hanya tidak mengganggu dosa, tetapi bahkan membantu menutupi dosa-dosa tersebut. Nah, di adegan ketiga babak ketiga, dengan menggunakan teknik "merobek topeng", Molière menarik perhatian penonton pada betapa cekatan Tartuffe menggunakan "firman Tuhan" untuk membenarkan hasrat perzinahan. Karena itu, dia mengekspos dirinya sendiri.
Monolog Tartuffe yang penuh gairah diakhiri dengan pengakuan yang akhirnya menghilangkan aura kesucian dari sifat salehnya. Moliere, melalui mulut Tartuffe, menyanggah adat istiadat masyarakat kelas atas dan adat istiadat pendeta, yang sedikit berbeda satu sama lain.
Khotbah Tartuffe sama berbahayanya dengan hasratnya. Mereka mengubah seseorang, dunianya sedemikian rupa sehingga, seperti Orgon, dia berhenti menjadi dirinya sendiri. Orgon sendiri mengaku berselisih dengan Cleanthes:
... Siapa pun yang mengikutinya, merasakan dunia yang diberkati, Dan semua makhluk di alam semesta adalah kekejian baginya. Saya menjadi sangat berbeda dari percakapan dengannya: Mulai sekarang saya tidak memiliki keterikatan, Dan saya tidak lagi menghargai apa pun di dunia; Biarkan saudara laki-laki, ibu, istri dan anak-anak saya mati, saya akan sangat kesal dengan ini, dia-dia-dia!
Pemikir komedi Cleante tidak hanya berperan sebagai pengamat peristiwa yang terjadi di rumah Orgon, tetapi juga mencoba mengubah keadaan. Dia secara terbuka melontarkan tuduhan terhadap Tartuffe dan orang suci serupa. Monolognya yang terkenal adalah putusan tentang kemunafikan dan kemunafikan. Seperti Tartuffe, Cleante menentang orang dengan hati yang murni, cita-cita luhur.
Pembantu Dorina juga menghadapi Tartuffe, membela kepentingan tuannya. Dorina adalah karakter paling jenaka dalam komedi. Dia benar-benar menghujani Tartuffe dengan ejekan. Ironisnya juga menimpa pemiliknya, karena Orgon adalah orang yang bergantung, terlalu percaya, itulah sebabnya Tartuffe begitu mudah menipunya.
Dorina melambangkan prinsip rakyat yang sehat. Fakta bahwa pejuang paling aktif melawan Tartuffe adalah pembawa akal sehat rakyat sangat simbolis. Bukan kebetulan bahwa Cleanthe, yang melambangkan pikiran yang tercerahkan, menjadi sekutu Dorina. Inilah utopianisme Molière. Penulis drama percaya bahwa kejahatan dalam masyarakat dapat dilawan dengan penyatuan akal sehat rakyat dan akal sehat.
Dorina juga membantu Mariana dalam perjuangannya untuk kebahagiaan. Dia secara terbuka mengungkapkan pendapatnya kepada pemiliknya tentang rencananya untuk menikahkan putrinya dengan Tartuffe, meskipun hal ini tidak diterima di antara para pelayan. Pertengkaran antara Orgon dan Dorina menarik perhatian pada masalah pendidikan keluarga dan peran ayah di dalamnya. Orgon menganggap dirinya berhak mengendalikan anak-anak, takdir mereka, jadi dia membuat keputusan tanpa keraguan. Kekuatan ayah yang tidak terbatas dikutuk oleh hampir semua karakter dalam drama itu, tetapi hanya Dorina, dengan sikap pedasnya yang biasa, yang dengan tajam menghukum Orgon, jadi ucapan tersebut secara akurat menangkap sikap tuan terhadap pernyataan pelayan: “Orgon selalu siap untuk menampar wajah Dorina dan dengan setiap kata yang dia ucapkan kepada putrinya berbalik untuk melihat Dorina… ”
Peristiwa berkembang sedemikian rupa sehingga sifat utopis dari akhir komedi menjadi jelas. Dia, tentu saja, lebih jujur pada versi pertama. Monsieur Loyal datang untuk memenuhi perintah pengadilan - untuk mengosongkan rumah dari seluruh keluarga, karena sekarang Monsieur Tartuffe adalah pemilik gedung ini. Moliere memasukkan elemen dramatis dalam adegan terakhir, mengungkapkan hingga batas kesedihan yang dialami keluarga atas keinginan Orgon. Manifestasi ketujuh dari babak kelima akhirnya memungkinkan untuk memahami esensi dari sifat Tartuffe, yang kini terungkap sebagai orang yang mengerikan dan kejam. Kepada Orgon, yang melindungi orang munafik ini di rumahnya, Tartuffe dengan sombong menyatakan:
Tenang, Tuanku! Di mana Anda berlari seperti itu? Anda memiliki jalan singkat ke penginapan baru untuk bermalam, Dan, atas kehendak raja, saya akan menangkap Anda.
Molière dengan berani mengumumkan apa yang dilarang - atas kehendak raja, anggota "Masyarakat Karunia Suci" dibimbing dalam aktivitas mereka. I. Glikman mencatat adanya motif politik dalam aksi, terkait dengan nasib masa lalu para pahlawan lakon itu. Secara khusus, babak kelima menyebutkan peti tertentu dengan dokumen penting negara, yang tidak diketahui oleh kerabat Orgon. Ini adalah dokumen emigran Argas, yang melarikan diri dari represi pemerintah. Ternyata, Tartuffe mengambil alih peti kertas itu dengan tipu daya dan menyerahkannya kepada raja, mencari penangkapan Orgon. Itu sebabnya dia berperilaku begitu saja ketika seorang petugas dan juru sita datang ke rumah Orgon. Menurut Tartuffe, dia dikirim ke rumah Orgon oleh raja. Jadi, semua kejahatan di negara bagian berasal dari raja! Akhir seperti itu tidak bisa tidak menimbulkan skandal. Namun, sudah dalam versi revisi, teks lakon itu mengandung unsur keajaiban. Pada saat Tartuffe, yang yakin akan keberhasilannya, menuntut agar perintah kerajaan dijalankan, petugas tersebut secara tak terduga meminta Tartuffe untuk mengikutinya ke penjara. Molière membungkuk ke arah raja. Perwira itu, menunjuk ke Tartuffe, berkomentar kepada Orgon betapa penyayang dan adil raja itu, betapa bijaknya dia mengatur rakyatnya.
Jadi, sesuai dengan tuntutan estetika klasisisme, kebaikan akhirnya menang, dan kejahatan dihukum. Final adalah titik terlemah dari drama tersebut, tetapi tidak mengurangi suara sosial komedi secara keseluruhan, yang tidak kehilangan relevansinya hingga saat ini.
Di antara komedi yang bersaksi tentang pandangan oposisi Molière, seseorang dapat menyebutkan lakon Don Juan, atau Tamu Batu. Ini adalah satu-satunya lakon prosa di mana bangsawan Don Juan dan petani, pelayan, bahkan pengemis dan bandit adalah aktor yang setara. Dan masing-masing dari mereka memiliki karakteristik bicaranya sendiri. Di sini Molière, lebih dari semua lakonnya, menyimpang dari klasisisme. Itu juga salah satu komedi dramawan yang paling mengungkap.
Drama tersebut didasarkan pada plot pinjaman. Ini pertama kali diperkenalkan ke dalam sastra besar oleh dramawan Spanyol Tirso de Molina dalam komedi The Mischievous Man of Seville. Molière mengenal lakon ini melalui aktor Italia yang mementaskannya dalam tur selama musim 1664. Molière, sebaliknya, menciptakan karya orisinal, dengan orientasi anti-bangsawan yang jujur. Setiap penonton Prancis mengenali di Don Juan tipe bangsawan yang akrab - sinis, tidak bermoral, memamerkan impunitasnya. Moral yang dibicarakan Don Juan berkuasa di istana, terutama di kalangan "pemuda emas" dari rombongan Raja Louis XIV. Orang-orang sezaman Molière menyebut nama-nama para abdi dalem, yang terkenal dengan pesta pora, "keberanian", dan penistaan, tetapi upaya untuk menebak siapa yang dibawa oleh penulis naskah atas nama Don Juan sia-sia, karena karakter utama komedi sangat mirip dengan banyak orang dan tidak seorang pun secara khusus. Dan raja sendiri sering memberi contoh moral seperti itu. Banyak petualangan sembrono dan kemenangan atas hati wanita dianggap di pengadilan sebagai kenakalan. Molière, sebaliknya, memandang trik Don Juan dari posisi yang berbeda - dari sudut pandang humanisme dan kewarganegaraan. Dia sengaja menolak judul lakon "The Seville nakal" karena dia tidak menganggap perilaku Don Juan sebagai kenakalan dan lelucon yang tidak bersalah.
Penulis drama dengan berani melanggar kanon klasisisme dan melanggar kesatuan waktu dan tempat untuk menggambarkan citra pahlawannya sejelas mungkin. Latar umumnya di Sisilia, tetapi setiap babak disertai dengan ucapan: yang pertama, "adegan mewakili istana", yang kedua, "adegan mewakili area di tepi pantai", yang ketiga, "adegan mewakili hutan ," keempat, "adegan mewakili apartemen Don Giovanni," dan kelima - "adegan mewakili area terbuka." Ini memungkinkan untuk menunjukkan Don Juan dalam hubungan dengan orang yang berbeda, termasuk perwakilan dari kelas yang berbeda. Dalam perjalanannya, bangsawan bertemu tidak hanya Don Carlos dan Don Alonso, tetapi juga petani, pengemis, dan pedagang Dimansh. Alhasil, penulis naskah berhasil menggambarkan ciri-ciri paling esensial dari "pemuda emas" dari rombongan raja dalam karakter Don Juan.
Sganarelle memberikan karakterisasi lengkap tentang tuannya segera, dalam penampilan pertama babak pertama, ketika dia menyatakan kepada penjaga kandang Guzman:
“... tuanku Don Juan adalah penjahat terhebat dari semua penjahat yang pernah dikenakan bumi, monster, anjing, iblis, Turki, bidat yang tidak percaya pada surga, atau orang suci, atau Tuhan, tidak juga pada iblis yang hidup seperti ternak yang keji, seperti babi Epicurean, seperti Sardanapalus sejati, yang tidak mau mendengarkan ajaran Kristen dan menganggap segala sesuatu yang kita yakini sebagai omong kosong ”(diterjemahkan oleh A. Fedorov). Tindakan lebih lanjut hanya menegaskan semua hal di atas.
Don Juan dari Moliere adalah pria sinis dan kejam yang dengan kejam menghancurkan wanita yang mempercayainya. Selain itu, penulis naskah menjelaskan sinisme dan kekejaman karakter tersebut dengan fakta bahwa dia adalah seorang bangsawan. Sudah di babak pertama dari fenomena pertama, ini ditunjukkan tiga kali. Sganarelle mengaku kepada Guzman: “Ketika seorang bangsawan juga orang jahat, itu mengerikan: Saya harus tetap setia kepadanya, meskipun saya tak tertahankan. Hanya rasa takut yang membuatku rajin, itu menahan perasaanku dan memaksaku untuk menyetujui apa yang bertentangan dengan jiwaku. Dengan demikian, menjadi jelas mengapa Sganarelle tampak bodoh dan lucu bagi penonton. Ketakutan mendorong tindakannya. Dia berpura-pura bodoh, menyembunyikan kearifan alami dan kemurnian moralnya di balik tingkah badut. Citra Sganarelle dimaksudkan untuk menaungi semua sifat dasar Don Juan, percaya diri akan impunitas, karena ayahnya adalah seorang bangsawan istana.
Tipe libertine memberi penulis drama lahan subur untuk mengungkap ketidaktanggungjawaban moral dari sudut pandang etika rasionalistik. Tetapi pada saat yang sama, Molière memaparkan Don Juan terutama dari sudut pandang sosial, yang mengambil citra tokoh utama di luar sifat abstrak-logis kaum klasik. Molière menghadirkan Don Juan sebagai pembawa sifat buruk pada masanya. Di halaman-halaman komedi, berbagai karakter terus-menerus menyebutkan bahwa semua pria adalah orang munafik, libertine, dan penipu. Jadi, Sganarelle menyatakan kepada tuannya: “Atau mungkin Anda berpikir bahwa jika Anda berasal dari keluarga bangsawan, bahwa jika Anda memiliki wig pirang yang digulung dengan terampil, topi dengan bulu, gaun bersulam emas, dan pita berwarna berapi-api . .. mungkin Anda berpikir bahwa Anda lebih pintar karena ini, bahwa semuanya diperbolehkan untuk Anda dan tidak ada yang berani mengatakan yang sebenarnya? Pendapat yang sama, petani Pierrot, mengusir Don Giovanni dari Charlotte: “Sialan! Karena Anda seorang master, maka Anda dapat mengganggu wanita kami di bawah hidung kami? Tidak, lanjutkan dan pertahankan milikmu."
Perlu dicatat bahwa Moliere juga menunjukkan contoh kehormatan tinggi dari lingkungan aristokrat. Salah satunya adalah ayah Don Juan, Don Luis. Bangsawan itu tetap setia pada kemuliaan leluhurnya, menentang kelakuan tidak senonoh putranya. Dia siap, tanpa menunggu hukuman surgawi, untuk menghukum putranya sendiri dan mengakhiri pesta pora. Tidak ada nalar tradisional dalam komedi, tetapi Don Luis-lah yang dipanggil untuk memainkan perannya. Pidato yang ditujukan kepada putranya adalah seruan ke aula: “Betapa rendahnya kamu telah jatuh! Tidakkah Anda tersipu karena Anda sangat tidak layak untuk asal Anda? Apakah Anda, beri tahu saya, alasan untuk bangga padanya? Apa yang telah Anda lakukan untuk membenarkan gelar bangsawan? Atau apakah menurut Anda nama dan lambang sudah cukup dan darah bangsawan itu sendiri sudah meninggikan kita, bahkan jika kita bertindak keji? Tidak, tidak, bangsawan tanpa kebajikan bukanlah apa-apa. Kami berpartisipasi dalam kemuliaan leluhur kami hanya sejauh kami sendiri berusaha untuk menjadi seperti mereka ... Akhirnya, pahamilah bahwa seorang bangsawan yang menjalani kehidupan yang buruk adalah monster alam, bahwa kebajikan adalah tanda pertama dari kebangsawanan, bahwa saya kurang mementingkan nama, daripada perbuatan, dan bahwa putra seorang pengurus rumah tangga, jika dia orang yang jujur, saya tempatkan lebih tinggi dari putra seorang raja, jika dia hidup seperti Anda. Kata-kata Don Luis mencerminkan baik pandangan penulis naskah itu sendiri maupun suasana hati sebagian bangsawan yang siap menentang sikap permisif perwakilan kelas dan kasta ini dalam kehidupan publik.
Orientasi anti-bangsawan dari komedi ini juga diperkuat dengan cara membangun citra protagonis. Saat memerankan Don Juan, Moliere berangkat dari estetika klasisisme dan anugerah karakter negatif sejumlah kualitas positif yang kontras dengan karakteristik yang diberikan oleh Sganarelle.
Don Juan tidak dapat disangkal kecerdasan, keberanian, kemurahan hatinya. Dia turun untuk merayu wanita petani, tidak seperti, misalnya, komandan dalam drama Lope de Vega. Tapi kemudian Molière dengan sangat akurat, dan dalam keahliannya sebagai seorang seniman, menghilangkan setiap kualitas positif dari pahlawannya. Don Juan berani saat dia bertarung dua lawan tiga. Namun, ketika Don Juan mengetahui bahwa dia harus melawan kedua belas orang itu, dia memberikan hak kepada pelayan itu untuk mati menggantikannya. Pada saat yang sama, tingkat terendah dari karakter moral seorang bangsawan terwujud, dengan menyatakan: "Berbahagialah hamba yang diberikan kematian yang mulia untuk tuannya."
Don Juan dengan murah hati melempar pengemis emas. Namun adegan dengan perampas Dimansh, di mana ia dipaksa untuk mempermalukan dirinya sendiri di depan kreditor, menunjukkan bahwa kemurahan hati Don Juan sia-sia, karena ia membuang uang orang lain.
Di awal aksinya, penonton tertarik dengan keterusterangan Don Juan. Dia tidak ingin munafik, dengan jujur \u200b\u200bmenyatakan kepada Elvira bahwa dia tidak mencintainya, bahwa dia sengaja meninggalkannya, hati nuraninya mendorongnya untuk melakukannya. Namun, berangkat dari estetika klasisisme, Molière, dalam perkembangan lakonnya, juga menghilangkan kualitas positif ini dari Don Giovanni. Sinismenya terhadap wanita yang mencintainya sangat mencolok. Perasaan yang tulus tidak menimbulkan tanggapan dalam jiwanya. Meninggalkan Doña Elvira, Don Juan mengungkapkan semua sifatnya yang tidak berperasaan:
Don Juan. Tapi tahukah Anda, saya kembali merasakan sesuatu dalam dirinya, dalam wujudnya yang tidak biasa ini saya menemukan pesona khusus: kelalaian dalam berpakaian, tatapan lesu, air mata - semua ini membangkitkan sisa-sisa api yang padam dalam diri saya.
Sganarelle. Dengan kata lain, pidatonya sama sekali tidak berpengaruh pada Anda.
Don Juan. Makan, hidup!
Moliere memberikan perhatian khusus pada kemunafikan. Ini digunakan tidak hanya untuk mencapai karir para abdi dalem, tetapi juga dalam hubungan antara orang-orang dekat. Ini dibuktikan dengan dialog antara Don Juan dan ayahnya. Kemunafikan adalah sarana untuk mencapai tujuan egois Anda sendiri. Don Juan sampai pada kesimpulan bahwa kemunafikan itu nyaman dan bahkan menguntungkan. Dan dia mengakui ini kepada pelayannya. Moliere memasukkan himne kemunafikan ke dalam mulut Don Juan: “Hari ini mereka tidak lagi malu akan hal ini: kemunafikan adalah sifat buruk yang modis, dan semua sifat buruk yang modis berubah menjadi kebajikan. Peran seorang pria dengan aturan yang baik adalah yang terbaik dari semua peran yang dapat dimainkan seseorang. Di zaman kita, kemunafikan memiliki keuntungan yang sangat besar. Berkat seni ini, penipuan selalu dihormati, bahkan jika terungkap, tetap tidak ada yang berani mengatakan sepatah kata pun untuk menentangnya. Semua sifat buruk manusia lainnya dapat dikritik, setiap orang bebas untuk menyerang mereka secara terbuka, tetapi kemunafikan adalah sifat buruk yang menikmati manfaat khusus, menutup semua orang dengan tangannya sendiri dan dengan tenang menikmati impunitas sepenuhnya ... "
Don Juan adalah gambar yang juga terkait dengan tema komedi anti-agama. Molière menjadikan pahlawan negatifnya juga seorang pemikir bebas. Don Juan menyatakan bahwa dia tidak percaya pada Tuhan atau biksu hitam, tetapi percaya bahwa dua kali dua menjadi empat.
Sekilas, Molière, dalam menjadikan pahlawan negatif sebagai pemikir bebas, mungkin tampak menolak pemikiran bebas. Namun, untuk memahami citra Don Juan, harus diingat bahwa di Prancis abad ke-17 ada dua jenis pemikiran bebas - aristokrat dan asli. Bagi aristokrasi, agama adalah kekang yang mencegah mereka menjalani gaya hidup yang tidak bermoral. Tetapi pemikiran bebas aristokrasi adalah khayalan, karena agama digunakan olehnya untuk kepentingannya sendiri. Pemikiran bebas yang sejati terungkap dalam tulisan-tulisan Descartes, Gassendi, dan filsuf lainnya. Pemikiran bebas seperti inilah yang meresapi seluruh komedi Molière.
Dalam citra Don Juan, Molière mengolok-olok para pendukung pemikiran bebas aristokrat. Di mulut karakter komik, pelayan Sganarelle, dia meletakkan pidato pembela agama. Tapi cara Sganarelle mengucapkannya, membuktikan niat penulis naskah itu. Sganarelle ingin membuktikan bahwa Tuhan itu ada, dia mengarahkan urusan manusia, tetapi semua argumennya membuktikan sebaliknya: “Iman itu baik dan dogma itu baik! Ternyata agamamu berhitung? Pikiran absurd macam apa yang muncul, sejujurnya, di benak orang ... Saya, Pak, terima kasih Tuhan, tidak belajar seperti Anda, dan tidak ada yang bisa menyombongkan diri bahwa dia mengajari saya apa pun, kecuali saya, dengan pikiran saya , dengan akal sehat kecil saya, saya memahami segalanya lebih baik daripada ahli Taurat mana pun, dan saya sangat memahami bahwa dunia yang kita lihat ini tidak dapat tumbuh seperti jamur dalam semalam. Siapa, izinkan saya bertanya kepada Anda, yang menciptakan pohon-pohon ini, bebatuan ini, bumi ini dan langit di atas kita ini? Ambil contoh, setidaknya Anda: apakah Anda datang ke dunia sendiri, bukankah untuk ini ibu Anda hamil oleh ayah Anda? Dapatkah Anda melihat semua hal rumit yang membentuk mesin tubuh manusia dan tidak heran bagaimana semua itu cocok satu sama lain? Saraf, tulang, vena, arteri, ini sangat ... paru-paru, jantung, hati, dan bagian lain yang ada di sini dan ... "
Adegan pengemis juga sarat dengan makna anti-agama yang dalam. Pengemis itu saleh, dia kelaparan, dia berdoa kepada Tuhan, tetapi bagaimanapun dia miskin, dan perbuatan baik itu turun dari penghujat Don Juan, yang melemparkannya emas dari dugaan filantropi. Pada saat yang sama, dia tidak segan-segan mengejek pengemis yang saleh, yang darinya dia menuntut penistaan \u200b\u200buntuk emas. Seperti yang ditulis D. D. Oblomievsky, Don Juan adalah “seorang penggoda wanita, seorang penghujat yang yakin dan seorang munafik yang meniru pertobatan agama. Kebobrokan, tentu saja, adalah milik utama Don Juan, tetapi itu tidak menekan ciri-ciri lainnya.
Bagian akhir dari drama tersebut juga memperoleh suara anti-agama yang luas. Don Juan yang ateis memberikan tangannya ke patung itu dan binasa. Patung itu memainkan peran retribusi tertinggi, yang diwujudkan dalam gambar ini. Molière mempertahankan persis bagian akhir yang ada dalam lakon Tirso de Molina. Namun jika setelah komedi dramawan Spanyol tersebut, penonton meninggalkan teater dengan kaget karena horor, maka akhir dari komedi Molière diiringi dengan tawa. Faktanya adalah bahwa di balik layar hukuman orang berdosa, Sganarelle segera muncul, yang menyebabkan tawa dengan kejenakaan dan komentar lucu. Tertawa menghapus semua ketakutan akan hukuman Tuhan. Dalam hal ini, Moliere mewarisi tradisi komedi kuno dan komedi Renaisans serta sastra pada umumnya.
Drama itu menyebabkan skandal besar. Setelah pertunjukan kelima belas, itu dilarang. Komedi kembali ke panggung Prancis hanya setelah 176 tahun. Molière dicela karena pandangannya sangat mirip dengan pandangan Don Juan. Penikmat teater Rochemont menyatakan komedi itu sebagai "drama jahat", mencurahkan banyak kalimat merendahkan untuk analisisnya dalam "Remarks on Molière's comedy berjudul The Stone Guest" (1665).
Tugas untuk pekerjaan mandiri
1. Kenali literatur metodologi untuk guru: di kelas mana diusulkan untuk mempelajari karya Molière?
2. Buat rencana ringkasan dengan topik "Mempelajari karya Molière di sekolah".
Karya kreatif tentang topik tersebut
1. Kembangkan rencana pelajaran dengan topik "Tuan Jourdain dan dunianya".
2. Tulis esai dengan topik: "The Misanthrope" oleh Moliere dan "Woe from Wit" oleh Griboedov (kesamaan dan perbedaan karakter).
Pertanyaan kolokium
Karya komedi Molière.
26 Puisi "komedi tinggi" Molière ("Tartuffe", "Don Giovanni").
Untuk melengkapi repertoar rombongannya, Moliere mulai menulis lakon di mana:
- mensintesis tradisi lelucon rakyat kasar
- menunjukkan pengaruh komedi Italia
- semua ini dibiaskan melalui prisma pikiran dan rasionalisme Prancisnya
Moliere terlahir sebagai komedian, semua lakon yang keluar dari penanya termasuk dalam genre komedi:
· hiburan komedi
· sitkom
komedi sopan santun
balet komedi
· "tinggi" - yaitu, klasik - komedi.
Dengan mempersembahkan salah satu komedi awalnya di istana Louis XIV, dia menaklukkan salah satu pengagumnya yang paling setia, raja, dan di bawah perlindungan Molière yang berdaulat, dengan rombongannya yang sangat profesional, membuka teaternya sendiri di Paris pada tahun 1658. Drama "Ayam lucu" (1659), "Pelajaran untuk istri" (1662) membuatnya terkenal di seluruh negeri dan banyak musuh yang mengenali diri mereka sendiri dalam gambar satir komedinya. Dan bahkan pengaruh raja tidak menyelamatkan Molière dari pelarangan drama terbaiknya, yang dibuat pada tahun enam puluhan: dua kali dilarang untuk teater publik "Tartuffe", dihapus dari repertoar "Don Juan". Faktanya, dalam karya Molière, komedi tidak lagi menjadi genre yang dirancang hanya untuk membuat publik tertawa; moliere untuk pertama kalinya membawa konten ideologis dan ketajaman sosial ke dalam komedi.
Fitur "komedi tinggi" Molière
Menurut hierarki genre klasik, komedi - genre rendah, karena ia menggambarkan realitas dalam bentuknya yang biasa dan nyata.
Bagi Molière, komedi sepenuhnya ada di dalam nyata, paling sering borjuis, dunia.
Pahlawannya memiliki karakter yang dapat dikenali dan nama umum dalam hidup; plot berputar di sekitar keluarga, masalah cinta; Kehidupan pribadi Molière didasarkan pada properti, namun di mereka komedi terbaik penulis naskah mencerminkan kehidupan sehari-hari dari sudut pandang cita-cita humanistik yang tinggi, dengan demikian komedinya memperoleh awal yang ideal, dengan kata lain, menjadi pembersihan, edukatif, komedi klasik.
Teman Molière, Nicolas Boileau, legislator puisi klasik, dalam "Seni Puisi" menempatkan karyanya pada level tertinggi, di samping penulis kuno - Menander dan Plautus - justru berkat kesedihan moral kreasi Moliere.
Molière sendiri merefleksikan komedi perintisnya dalam dua drama yang ditulis untuk membela Sekolah untuk Istri, Kritik terhadap Sekolah untuk Istri dan Impromptu of Versailles (1663). Melalui bibir pahlawan lakon pertama, Chevalier Durant, Molière mengungkapkan kredonya sebagai seorang komedian:
Saya merasa jauh lebih mudah untuk berbicara tentang perasaan yang tinggi, melawan keberuntungan dalam syair, menyalahkan takdir, mengutuk para dewa, daripada melihat lebih dekat pada ciri-ciri konyol seseorang dan menunjukkan di atas panggung sifat buruk masyarakat sedemikian rupa. bahwa itu menghibur ... Saat Anda memerankan orang biasa, di sini perlu menulis dari alam. Potret harus serupa, dan jika orang-orang di zaman Anda tidak dikenali di dalamnya, maka Anda belum mencapai tujuan Anda ... Membuat orang yang baik tertawa bukanlah tugas yang mudah ...
Molière demikian mengangkat komedi ke tingkat tragedi, mengatakan bahwa tugas seorang pelawak lebih sulit daripada tugas seorang penulis tragedi.
Fitur penting dari komedi tinggi adalah unsur tragis, paling jelas dimanifestasikan dalam The Misanthrope, yang terkadang disebut sebagai tragikomedi dan bahkan tragedi.
Sentuhan komedi Molière lingkaran lebar masalah kehidupan modern:
- hubungan ayah-anak
- asuhan
- perkawinan dan keluarga
- keadaan moral masyarakat (kemunafikan, keserakahan, kesombongan, dll.)
- kelas, agama, budaya, sains (kedokteran, filsafat), dll.
Molière mengedepankan kedepan tidak menghibur, tetapi tugas pendidikan dan satir. Komedi-komedinya dicirikan oleh sindiran yang tajam dan menyesakkan, sikap keras kepala terhadap kejahatan sosial dan, pada saat yang sama, memancarkan humor dan keceriaan yang sehat.
Fitur karakter di Molière
Fitur utamaKarakter Moliere - kemandirian, aktivitas, kemampuan mengatur kebahagiaan dan takdir mereka dalam perang melawan yang lama dan usang. Masing-masing memiliki keyakinannya sendiri, sistem pandangannya sendiri, yang dia pertahankan di hadapan lawannya; bagian lawan diperlukan untuk komedi klasik, karena aksi di dalamnya berkembang dalam konteks perselisihan dan diskusi.
Fitur lain dari karakter Moliere adalah mereka kemenduaan. Banyak dari mereka tidak memiliki satu, tetapi beberapa kualitas (Don Juan), atau dalam tindakan ada komplikasi atau perubahan karakter mereka (Orgon in Tartuffe, Georges Danden).
Semua karakter negatif memiliki satu kesamaan - pelanggaran ukuran. Ukuran adalah prinsip utama estetika klasik. Dalam komedi Molière, itu identik dengan akal sehat dan kealamian (dan karenanya moralitas). Pembawa mereka seringkali ternyata adalah perwakilan rakyat (seorang pelayan di Tartuffe, istri kampungan Jourdain di Filistin di kalangan bangsawan). Menampilkan ketidaksempurnaan orang, Molière menyadari prinsip utama genre komedi- melalui tawa untuk menyelaraskan dunia dan hubungan manusia.
"Tartuffe"
Latar belakang sejarah singkat
Contoh "komedi tinggi" adalah "Tartuffe". Perjuangan untuk produksi Tartuffe berlangsung dari tahun 1664 hingga 1669; mengandalkan resolusi komedi, Moliere mengerjakannya ulang tiga kali, tetapi tidak dapat melunakkan lawan-lawannya. Lawan Tartuffe adalah orang-orang yang kuat - anggota Society of the Holy Gifts, semacam cabang sekuler dari ordo Jesuit, yang bertindak sebagai polisi moralitas yang tak terucapkan, menanamkan moralitas gereja dan semangat asketisme, dengan munafik menyatakan bahwa itu sedang berperang. bidat, musuh gereja dan monarki. Oleh karena itu, meskipun raja menyukai drama tersebut, yang pertama kali dipresentasikan di festival istana pada tahun 1664, Louis tidak dapat melawan para pendeta yang meyakinkannya bahwa drama tersebut tidak menyerang kemunafikan, tetapi religiusitas secara umum, untuk saat ini. Hanya ketika raja untuk sementara bertengkar dengan para Jesuit dan periode toleransi relatif ditetapkan dalam kebijakan agamanya, Tartuffe akhirnya dipentaskan dalam edisi ketiganya yang sekarang. Komedi ini adalah yang paling sulit bagi Moliere dan memberinya kesuksesan terbesar dalam hidupnya.
"Tartuffe" adalah komedi pertama Moliere, yang pasti ciri-ciri realisme. Secara umum, seperti drama awalnya, mematuhi aturan kunci dan teknik komposisi karya klasik; namun, Moliere sering menyimpang dari mereka (misalnya, di Tartuffe aturan kesatuan waktu tidak sepenuhnya dipatuhi - plotnya mencakup cerita latar tentang kenalan Orgon dan santo).
Tentang apa semua ini
"Tartuffe" dalam salah satu dialek Prancis selatan berarti "penipu", "penipu". Jadi, dengan nama lakonnya, Molière mendefinisikan karakter protagonis, yang berjalan dengan pakaian sekuler dan merupakan potret yang sangat dikenal dari anggota "komplotan rahasia". Tartuffe, berpura-pura menjadi orang benar, memasuki rumah Orgon borjuis yang kaya dan sepenuhnya menaklukkan pemiliknya, yang memindahkan hartanya ke Tartuffe. Sifat Tartuffe terlihat jelas bagi seluruh rumah tangga Orgon - si munafik hanya berhasil menipu pemilik dan ibunya, Madame Pernel. Orgon putus dengan semua orang yang berani mengatakan yang sebenarnya tentang Tartuffe, dan bahkan mengusir putranya dari rumah. Untuk membuktikan pengabdiannya kepada Tartuffe, dia memutuskan untuk menikah dengannya, untuk memberinya putrinya Mariana sebagai istrinya. Untuk mencegah pernikahan ini, ibu tiri Mariana, istri kedua Orgon, Elmira, yang diam-diam telah lama dirayu Tartuffe, berjanji untuk mengeksposnya di depan suaminya, dan dalam adegan lucu, ketika Orgon bersembunyi di bawah meja, Elmira memprovokasi Tartuffe untuk lamaran yang tidak sopan, memaksanya untuk memastikan ketidakberdayaan dan pengkhianatannya. Tetapi, setelah mengusirnya dari rumah, Orgon membahayakan kesejahteraannya sendiri - Tartuffe mengklaim hak atas hartanya, seorang juru sita datang ke Orgon dengan perintah penggusuran, selain itu, Tartuffe memeras Orgon dengan rahasia orang lain yang dipercayakan kepadanya dengan sembarangan, dan hanya campur tangan raja yang bijak, memberikan perintah untuk menangkap bajingan terkenal, yang karenanya seluruh daftar "perbuatan tak tahu malu", menyelamatkan rumah Orgon dari kehancuran dan memberikan akhir yang bahagia untuk komedi tersebut.
Fitur Karakter
Karakter dalam komedi klasik mengungkapkan, sebagai aturan, satu karakteristik.
- Tartuffedi Molière mewujudkan manusia universal sifat buruk dari kemunafikan, bersembunyi di balik kemunafikan agama, dan dalam pengertian ini karakternya ditunjukkan dengan jelas sejak awal, tidak berkembang di sepanjang aksi, tetapi hanya mengungkapkan dirinya lebih dalam dengan setiap adegan di mana Tartuffe berpartisipasi. Mengenakan topeng- milik jiwa Tartuffe. Kemunafikan bukanlah satu-satunya sifat buruknya, tetapi dibawa ke depan, dan lainnya sifat negatif properti ini ditingkatkan dan ditekankan. Molière berhasil mensintesis konsentrasi kemunafikan yang nyata, yang sangat kental hampir ke absolut. Pada kenyataannya, ini tidak mungkin. Ciri-ciri topikal dalam gambar, yang terkait dengan kecaman terhadap kegiatan Serikat Karunia Kudus, telah lama menghilang ke latar belakang, tetapi penting untuk diperhatikan dari sudut pandang puisi klasisisme. Ternyata tidak terduga distribusi teks dengan tindakan: benar-benar absen dari panggung di Babak I dan II, Tartuffe hanya mendominasi di Babak III, perannya berkurang secara nyata di Babak IV dan hampir menghilang di Babak V. Namun, citra Tartuffe tidak kehilangan kekuatannya. Itu terungkap melalui ide-ide karakter, tindakannya, persepsi karakter lain, gambaran konsekuensi bencana dari kemunafikan.
- Juga banyak karakter lain yang unilinear komedi: peran yang akrab pecinta muda mewakili gambar Mariana dan tunangannya Valera, pembantu hidup — gambar Dorina; pemikir, yaitu, karakter yang "mengucapkan" pelajaran moral kepada penonton tentang apa yang terjadi, - Kakak Elmira, Cleanthe.
- Namun, dalam setiap lakon Molière selalu ada peran yang dimainkannya sendiri, dan karakter dari karakter ini selalu yang paling vital, dramatis, paling ambigu dalam lakonnya. Dalam "Tartuffe" Moliere memainkan Orgon.
orgone- dalam istilah praktis, orang dewasa yang sukses dalam bisnis, ayah dari keluarga - pada saat yang bersamaan mewujudkan kurangnya swasembada spiritual biasanya ciri khas anak-anak. Ini adalah tipe orang yang membutuhkan seorang pemimpin. Siapa pun yang menjadi pemimpin ini, orang-orang seperti Orgon dijiwai dengan rasa terima kasih yang tak terbatas untuknya dan lebih mempercayai idola mereka daripada orang-orang terdekat mereka. Orgon tidak memiliki konten batinnya sendiri, yang dia coba ganti dengan keyakinan pada kebaikan dan kesempurnaan Tartuffe. Orgon bergantung secara spiritual, dia tidak mengenal dirinya sendiri, mudah dibisikkan dan menjadi korban dari kebutaan diri. Tanpa orgon yang mudah tertipu, tidak ada penipu tartuffe.. Di Orgon, Moliere menciptakan jenis karakter komik khusus, yang dicirikan oleh kebenaran perasaan pribadinya dengan kepalsuan objektifnya, dan siksaannya dianggap oleh penonton sebagai ekspresi pembalasan moral, kemenangan prinsip positif.
Bentuk dan komposisi
Dengan bentuk"Tartuffe" secara ketat menganut aturan klasik tiga kesatuan: aksi berlangsung satu hari dan berlangsung seluruhnya di rumah Orgon, satu-satunya penyimpangan dari kesatuan aksi adalah kesalahpahaman garis cinta antara Valera dan Mariana. Komedi ditulis, seperti biasa dengan Moliere, dengan bahasa yang sederhana, jelas, dan alami.
Komposisikomedi sangat aneh dan tidak terduga: karakter utama Tartuffe muncul hanya pada babak III. Dua babak pertama adalah perselisihan tentang Tartuffe. Kepala keluarga tempat Tartuffe menggosok dirinya sendiri, Orgon dan ibunya, Ny. Pernel, menganggap Tartuffe sebagai orang suci, kepercayaan mereka pada orang munafik tidak terbatas. Antusiasme religius yang dibangkitkan Tartuffe dalam diri mereka membuat mereka buta dan menggelikan. Di sisi ekstrim lainnya adalah putra Orgon, Damis, putri Marie dengan kekasihnya Valera, istri Orgon Elmira, dan pahlawan lainnya. Di antara semua karakter yang membenci Tartuffe ini, pembantu Dorina sangat menonjol. Di Molière, dalam banyak komedi, orang-orang dari masyarakat lebih pintar, lebih berbakat, lebih banyak akal daripada energi tuannya. Untuk Orgon Tartuffe adalah puncak dari semua kesempurnaan, untuk Dorina itu "pengemis yang datang ke sini kurus dan bertelanjang kaki", dan sekarang "menganggap dirinya sebagai penguasa."
tindakan III dan IV dibangun sangat mirip: akhirnya muncul Tartuffe dua kali jatuh ke dalam "perangkap tikus", esensinya menjadi jelas. Orang suci ini telah memutuskan untuk merayu istri Orgon, Elmyra, dan bertindak tanpa malu-malu.
Untuk pertama kalinya, pengakuan jujurnya kepada Elmira didengar oleh putra Orgon Damis. Tetapi Orgon tidak mempercayai wahyu-wahyunya, dia tidak hanya tidak mengusir Tartuffe, tetapi sebaliknya, memberinya rumahnya. Butuh seluruh adegan untuk diulang secara khusus agar Orgon membuatnya melihat dengan jelas. Untuk mengekspos orang munafik, Molière terpaksa adegan lucu tradisional"suami di bawah meja", ketika Orgon melihat dengan matanya sendiri pacaran Tartuffe dengan Elmira dan mendengar perkataannya dengan telinganya sendiri. Sekarang Orgon mengerti yang sebenarnya. Namun tak disangka, Madame Pernel keberatan dengannya, yang tidak percaya dengan kejahatan Tartuffe. Tidak peduli seberapa marahnya Orgon padanya, tidak ada yang bisa meyakinkannya sampai Tartuffe mengusir seluruh keluarga dari rumah yang sekarang menjadi miliknya dan membawa seorang petugas untuk menangkap Orgon sebagai pengkhianat raja (Orgon mempercayakan Tartuffe dengan dokumen rahasia Fronde peserta). Jadi Molière menekankan bahaya khusus dari kemunafikan: sulit untuk percaya pada keburukan dan amoralitas seorang munafik sampai Anda secara langsung menghadapi aktivitas kriminalnya, Anda tidak melihat wajahnya tanpa topeng saleh.
Babak V di mana Tartuffe, setelah melepaskan topengnya, mengancam Orgon dan keluarganya dengan masalah terbesar, memperoleh ciri-ciri tragis, sebuah komedi berkembang menjadi sebuah tragisomedi. Dasar dari tragisomik di Tartuffe adalah wawasan Orgon. Selama dia secara membabi buta mempercayai Tartuffe, dia hanya menimbulkan tawa dan kecaman. Namun akhirnya Orgon menyadari kesalahannya, menyesalinya. Dan kini dia mulai membangkitkan rasa kasihan dan kasih sayang sebagai orang yang telah menjadi korban penjahat. Drama situasi ini diperkuat oleh fakta bahwa seluruh keluarga berada di jalan bersama Orgon. Dan sangat dramatis bahwa tidak ada tempat untuk mengharapkan keselamatan: tidak ada pahlawan karya yang dapat mengalahkan Tartuffe.
Tapi Molière, dengan mematuhi hukum genre, mengakhiri komedi dengan bahagia peleraian: ternyata petugas yang dibawa oleh Tartuffe untuk menangkap Orgon memiliki perintah kerajaan untuk menangkap Tartuffe sendiri. Raja telah lama mengikuti penipu ini, dan segera setelah aktivitas Tartuffe menjadi berbahaya, sebuah keputusan segera dikirim untuk penangkapannya. Namun, akhir dari Tartuffe adalah konon bahagia peleraian. Tartuffe bukanlah orang tertentu, tetapi gambaran umum, tipe sastra, di belakangnya ada ribuan orang munafik. Sebaliknya, raja bukanlah tipe, tetapi satu-satunya orang di negara bagian. Mustahil untuk membayangkan bahwa Dia dapat mengetahui tentang semua Tartuffe. Dengan demikian, bayangan tragis dari karya tersebut tidak dihilangkan dengan akhir yang bahagia.
Komedi "Don Juan" dan "Misanthrope"
Selama periode ketika Tartuffe dilarang, Moliere menciptakan dua mahakarya lagi dalam genre "komedi tinggi": pada 1665 Don Giovanni dipentaskan, dan pada 1666 - The Misanthrope.
"Dan Juan"
Plot komedi dipinjam dari naskah Italia berdasarkan komedi Tirso de Molina The Mischievous Man of Seville. Performa Italia berlangsung sepanjang musim dan tidak menimbulkan keluhan khusus. Produksi Molière segera menimbulkan gelombang serangan dan pelecehan. Perjuangan antara gereja dan penyair mengambil karakter yang sangat tajam.
Gambar Don Juan
Dalam citra Don Juan, Molière bermerek laki-laki yang dia benci seorang bangsawan yang tidak bermoral dan sinis, seorang pria yang tidak hanya melakukan kekejamannya dengan impunitas, tetapi juga memamerkan fakta bahwa, karena asal usulnya yang mulia, dia memiliki hak untuk tidak memperhitungkan hukum moralitas, yang wajib hanya untuk orang-orang dari pangkat sederhana. Pandangan seperti itu berlaku di istana, di mana kesetiaan dan kehormatan perkawinan dianggap sebagai prasangka borjuis kecil, dan di mana raja sendiri menetapkan nada yang sama, mengubah favorit permanen dan sementara dengan mudah, pahlawan Moliere.
Tetapi apa yang tampak bagi para bangsawan sebagai perubahan kesenangan yang tidak berbahaya, semacam hiasan dari keberadaan yang menganggur, Moliere melihat dari sisi manusia dan dramatis. Berdiri di posisi humanisme dan kewarganegaraan, penulis naskah itu menunjukkan citra Don Juan tidak hanya penakluk hati perempuan yang sembrono, tetapi juga pewaris hak-hak feodal yang sinis dan kejam, dengan kejam, atas nama keinginan sesaat, merusak kehidupan dan kehormatan para wanita muda yang mempercayainya. Penodaan seseorang, menginjak-injak martabat wanita, ejekan terhadap jiwa mereka yang murni dan percaya - semua ini ditampilkan dalam komedi sebagai akibat dari nafsu ganas seorang bangsawan yang tidak dikekang dengan cara apa pun di masyarakat.
Mengantisipasi serangan pedas Figaro, pelayan Don Juan, Sganarelle, berkata kepada tuannya: “... mungkin Anda berpikir bahwa jika Anda berasal dari keluarga bangsawan, bahwa jika Anda memiliki rambut pirang, wig keriting yang terampil, topi dengan bulu, gaun bersulam emas, dan pita berwarna berapi-api, mungkin Anda berpikir bahwa Anda adalah lebih pintar karena ini, bahwa semuanya diperbolehkan untuk Anda dan tidak ada yang bisa mengatakan yang sebenarnya? Belajarlah dariku, dari hambamu, bahwa cepat atau lambat... kehidupan yang buruk akan berujung pada kematian yang buruk...” Kata-kata ini jelas terdengar catatan protes sosial.
Tapi, memberikan karakterisasi yang pasti pada pahlawannya, Molière tidak menghilangkannya dari sifat-sifat pribadi, subyektif, yang menggunakan Don Juan menipu semua orang yang harus berurusan dengannya, dan terutama wanita. Tetap menjadi pria yang tidak berperasaan, dia tunduk pada nafsu sesaat yang bersemangat, memiliki akal dan kecerdasan, dan bahkan pesona yang aneh.
Petualangan Don Juan, tidak peduli seberapa tulus dorongan hati mereka dibenarkan, membawa kerugian terbesar bagi orang-orang di sekitarnya. Mendengarkan hanya suara hasratnya, Don Juan benar-benar menenggelamkan hati nuraninya; dia dengan sinis mengusir para gundiknya, yang muak dengannya, dan dengan lancang merekomendasikan kepada orang tuanya yang sudah lanjut usia untuk pergi ke dunia berikutnya secepat mungkin, dan tidak mengganggunya dengan ceramah yang membosankan. Molière melihat dengan sangat baik bahwa dorongan sensual, tidak dikekang oleh kekang moralitas publik, membawa kerugian terbesar bagi masyarakat.
Kedalaman karakterisasi Don Juan adalah bahwa dalam citra seorang bangsawan modern, yang diliputi rasa haus yang tak tertahankan akan kesenangan, Molière menunjukkan batas ekstrim yang dicapai oleh vitalitas pahlawan Renaisans. Begitu aspirasi progresif diarahkan melawan matiraga pertapaan daging, dalam yang baru kondisi historis, tidak lagi terkekang oleh penghalang moralitas publik dan cita-cita humanistik, merosot menjadi individualisme predator, menjadi manifestasi terbuka dan sinis dari sensualitas egoistik. Tetapi pada saat yang sama, Moliere menganugerahi pahlawannya dengan ide-ide pemikiran bebas yang berani yang secara obyektif berkontribusi pada penghancuran pandangan agama dan penyebaran pandangan materialistis tentang dunia dalam masyarakat.
Dalam percakapan dengan Sganarelle, Don Juan mengaku bahwa dia tidak percaya surga atau neraka, atau pembakaran, atau akhirat, dan ketika pelayan yang bingung bertanya kepadanya: "Apa yang kamu percayai?" Don Juan dengan tenang menjawab: "Aku percaya, Sganarelle, dua kali dua adalah empat, dan dua kali empat adalah delapan."
Dalam aritmatika ini, selain pengakuan sinis atas keuntungan sebagai kebenaran moral tertinggi, ada juga kearifannya sendiri. Pemikir bebas Don Juan tidak percaya pada ide yang menguras tenaga, bukan pada roh suci, tetapi hanya ke dalam realitas keberadaan manusia dibatasi oleh keberadaan duniawi.
Gambar Sganarelle
Membandingkan Don Juan dengan pelayannya Sganarelle, Moliere menguraikan jalan yang nantinya akan mengarah pada kecaman berani terhadap Figaro. Pertemuan antara Don Juan dan Sganarelle terungkap konflik antara keinginan aristokrat dan kewarasan borjuis, tetapi Moliere tidak terbatas pada oposisi eksternal dari dua tipe sosial ini, kritik terhadap aristokrasi. Dia juga mengungkapkan kontradiksi mengintai dalam moralisasi borjuis. Kesadaran sosial kaum borjuis sudah cukup berkembang untuk memungkinkan untuk melihat sisi egoistik yang kejam dari sensualitas Renaisans, tetapi "kedudukan ketiga" belum memasuki periode heroiknya, dan cita-citanya belum mulai terlihat. semutlak yang tampak bagi para pencerahan. Oleh karena itu, Molière memiliki kesempatan untuk menunjukkan tidak hanya yang kuat, tetapi juga sisi lemah dari pandangan dunia dan karakter Sganarelle, untuk menunjukkan batasan borjuis kecil jenis ini.
Ketika Sganarelle, menyalahkan Don Juan, mengatakan bahwa dia "tidak percaya pada surga, atau pada orang-orang kudus, atau pada Tuhan, atau pada iblis," Apa dia “hidup seperti ternak yang keji, seperti babi Epicurean, seperti Sardanapalus sejati, yang tidak mau mendengarkan ajaran Kristen dan menganggap segala sesuatu yang kita yakini sebagai omong kosong”, kemudian dalam filippik ini, orang dapat dengan jelas mendengar ironi Moliere tentang keterbatasan Sganarelle yang berbudi luhur. Menanggapi aritmatika filosofis Don Juan, Sganarelle mengembangkan bukti keberadaan Tuhan dari fakta kewajaran alam semesta. Mendemonstrasikan kesempurnaan ciptaan ilahi pada dirinya sendiri, Sganarelle begitu terbawa oleh gerak tubuh, belokan, lompatan dan lompatan sehingga pada akhirnya ia jatuh dan memberi alasan kepada ateis untuk mengatakan: "Ini alasanmu dan mematahkan hidungnya." Dan dalam adegan ini, Molière berdiri dengan jelas di belakang Don Juan. Memuji rasionalitas alam semesta, Sganarelle hanya membuktikan satu hal - kebodohannya sendiri. Sganarelle membuat pidato yang mulia, tetapi kenyataannya dia naif dan terus terang pengecut. Dan, tentu saja, para Bapa Gereja benar ketika mereka membenci Moliere karena menampilkan pelayan komik ini sebagai satu-satunya pembela agama Kristen. Tetapi penulis "Tartuffe" tahu bahwa moralitas agama begitu elastis sehingga dapat dikhotbahkan oleh siapa saja, karena tidak membutuhkan hati nurani yang bersih, tetapi hanya pidato ortodoks. Kebajikan pribadi tidak menjadi masalah di sini: seseorang dapat melakukan perbuatan paling jahat, dan tidak ada yang akan menganggapnya sebagai orang berdosa jika dia menutupi fisiognominya yang kejam dengan topeng tipis kesalehan yang mencolok.
Tartuffe dilarang, tetapi keinginan yang kuat untuk mencela kemunafikan membakar hati penyair. Dia tidak bisa menahan amarahnya terhadap para Yesuit dan orang-orang munafik dan memaksa Don Juan, pendosa langsung ini, untuk berbicara dengan sinis tentang para bajingan munafik: "Biarlah intrik mereka diketahui, biarkan semua orang tahu siapa mereka, bagaimanapun juga, mereka tidak kehilangan kepercayaan: jika mereka menundukkan kepala sekali atau dua kali, mendesah menyesal atau memutar mata, dan sekarang semuanya beres ..." Dan di sini dalam kata-kata Don Juan suara Molière terdengar. Don Juan memutuskan untuk mencobanya sendiri kekuatan magis kemunafikan. “Di bawah kanopi yang subur ini saya ingin bersembunyi untuk bertindak dalam ketenangan total,” katanya, “Saya tidak akan melepaskan kebiasaan manis saya, tetapi saya akan bersembunyi dari cahaya dan bersenang-senang secara diam-diam. Dan jika mereka menutupi saya, saya tidak akan mengangkat satu jari pun; seluruh geng akan menjadi perantara bagi saya dan melindungi saya dari siapa pun. Singkatnya, ini adalah cara terbaik untuk melakukan apa pun yang Anda inginkan tanpa hukuman.
Memang, kemunafikan adalah pertahanan yang sangat baik melawan serangan. Don Juan dituduh melakukan sumpah palsu, dan dia dengan rendah hati menggenggam tangannya dan memutar matanya ke langit, bergumam: "Jadi ingin langit", "Ini adalah kehendak langit", "Aku menuruti suara langit" dll. Tapi Don Juan bukanlah tipe yang memainkan peran pengecut sebagai orang benar yang munafik untuk waktu yang lama. Kesadaran kurang ajar dari impunitasnya memungkinkan dia untuk bertindak dan tanpa topeng. Jika dalam hidup tidak ada keadilan terhadap Don Juan, maka di jalan Molière bisa mengangkat suaranya yang marah melawan bangsawan kriminal, dan penutup komedi- guntur dan kilat yang melanda Don Juan bukanlah efek panggung tradisional, tapi ekspresi kiasan retribusi, diwujudkan dalam bentuk panggung, pertanda hukuman berat yang akan menimpa kepala bangsawan.
"Pembenci orang" adalah permainan yang paling tidak ceria dari Moliere dan mungkin contoh terbaik dari komedi kelas atas.
Aksi komedi tersebut diawali dengan perselisihan antara Alceste dan temannya Philint. Philint mengkhotbahkan filosofi perdamaian yang nyaman untuk hidup. Mengapa mengangkat senjata melawan cara hidup ketika Anda toh tidak bisa mengubahnya? Jauh lebih masuk akal untuk beradaptasi dengan opini publik dan memanjakan selera sekuler. Tapi Alceste membenci kelengkungan jiwa seperti itu. Dia berkata kepada Philint:
Tapi karena Anda menyukai keburukan hari-hari kami,
Anda, sial, bukan salah satu dari orang-orang saya.
Alceste dengan penuh semangat membenci orang-orang di sekitarnya; tetapi kebencian ini tidak menyangkut esensi kodrat manusia, tetapi penyimpangan yang dibawa oleh tatanan sosial palsu. Mengantisipasi gagasan Pencerahan, Molière, dalam citra Misanthrope-nya, menggambarkan benturan antara "manusia alami" dengan manusia "buatan", dirusak oleh hukum yang buruk. Alceste meninggalkan dunia yang keji dengan penghuninya yang kejam dan licik dengan jijik.
Dengan masyarakat yang dibenci ini, Alceste hanya terhubung dengan penuh gairah cinta untuk Selimene. Célimène muda adalah gadis yang cerdas dan teguh, tetapi kesadaran dan perasaannya sepenuhnya tunduk pada adat istiadat masyarakat kelas atas, dan oleh karena itu dia kosong dan tidak berperasaan. Setelah pengagum masyarakat kelas atas Célimène, yang tersinggung oleh fitnahnya, meninggalkannya, dia setuju untuk menjadi istri Alceste. Alceste sangat bahagia, tetapi dia menetapkan syarat untuk calon pacarnya: mereka harus meninggalkan dunia selamanya dan hidup dalam kesendirian di antara alam. Célimène menolak kebodohan seperti itu, dan Alceste membalas kata-katanya.
Alceste tidak membayangkan kebahagiaan di dunia di mana seseorang harus hidup sesuai dengan hukum serigala - miliknya keyakinan ideologis menang atas hasrat gila. Tapi Alceste membuat masyarakat tidak hancur atau kalah. Lagipula, bukan tanpa alasan dia, mengejek syair sombong Marquis, membandingkannya dengan lagu rakyat yang menawan, ceria dan tulus. Memuji muse pedesaan, Misanthrope menunjukkan dirinya sebagai orang yang sangat mencintai dan memahami rakyatnya. Tetapi Alceste, seperti semua orang sezamannya, belum mengetahui jalan yang membawa pengunjuk rasa sendirian ke kubu kemarahan rakyat. Moliere sendiri tidak mengetahui jalan-jalan ini, karena belum diaspal oleh sejarah.
Alceste dari awal hingga akhir komedi tetap Protestan, tetapi Molière tidak dapat menemukan yang bagus tema hidup. Proses yang dilakukan Alceste dengan lawannya tidak termasuk dalam aksi permainan, seolah-olah, simbol ketidakadilan yang berkuasa di dunia. Alceste harus membatasi perjuangannya hanya pada kritik terhadap ayat-ayat imut dan celaan terhadap Célimène yang berangin. Molière belum bisa mengonstruksi lakon dengan konflik sosial yang signifikan, karena konflik semacam itu belum disiapkan oleh realitas; namun dalam hidup, suara-suara protes terdengar semakin jelas, dan Molière tidak hanya mendengarnya, tetapi juga menambahkan suaranya yang keras dan jelas pada mereka.
